Awalnya, kami diberikan sambutan dengan hormat berkat fakta bahwa kami merupakan teman dari gadis suci.

Untuk perlakuan terhadap gadic suci sendiri, benar-benar seperti apa yang Raja katakan padanya.

Sebuah petak tempat tinggal pribadi yang luas, pakaian pilihan yang dihias dengan berton-ton batu dan berlian yang indah sebagai pakaian sehari-harinya, apapun yang dia inginkan akan dia dapatkan. Benar-benar perlakuan yang pasti lebih disenangi.

Kebalikan dari perlakuan yang diterima Ruri, sebagian besar sisanya hanyalah keinginan. Berarti, paling tidak, makanan dan akomodasi telah tersedia. Jadi dia tidak terlalu memusingkan situasi ini.

Bagaimanapun, dia telah terbiasa dengan sikap berprasangka ini. Tidak jauh berbeda dengan masa lalu.

Atau harus kukatakan, seperti yang diharapkan, pemuja Asahi meningkat bahkan setelah datang ke dunia khayal ini. Reputasinya menjadi ‘Gadis suci yang akan membawa kejayaan pada kerajaan’ membuat percepatan lebih dari apapun.

Ruri berharap bahwa hal-hal akan mulai mendukungnya setelah dia dikirim ke dunia parallel ini, namun kehadiran Asahi merusak harapannya pada semua hal tersebut.

Memasukannya ke hati sebagai pertimbangan, dia memutuskan bahwa akan lebih baik baginya untuk hanya mempelajari akal sehat dari negeri ini secepatnya, dan meninggalkan istana. Jadi memulai harinya dengan belajar bahasa negeri ini.

Dia pikir bahwa bisa berbicara dengan normal dengan orang-orang dari dunia ini akan membuat proses belajarnya untuk berkomunikasi di dunia ini menjadi lebih mudah. Betapa naifnya pemikiran itu.

Untuk membuat hal makin buruk, Asahi selalu menempeliku.

Dan ini juga tepat ketika dia ingin belajar,  ketika Asahi akan datang dan mengganggunya.

“Kamu di sini, belajar lagi – Lupakan sajalah tentang belajar dan bermainlah denganku! Kita ada di dunia parallel, jadi kenapa membuang-buang waktu pada sesuatu yang tidak berguna itu-“ – Asahi

“Karena ini penting.” – Ruri

(Ini sebenarnya karena kita berada di dunia parallel yang harus kita pelajari. Kau juga harus belajar beberapa untuk dirimu sendiri sialan. Dan pangeran yang yang tercuci otaknya yang kita miliki di sini juga menyebalkan. Bukankah dia seorang pangeran? Kenapa dia menempel pada Asahi juga?)

Dibelakang Asahi berdiri sang pangeran dan mantan teman sekelasnya yang lain. Dia mendapatkan tatapan penuh kebencian yang normalnya akan dilemparkan oleh para pemuja Asahi di dunia sebelumnya.

Kelihatannya bahwa pangeran yang mempesona mencoba mengunjungi Asahi beberapa kali sebelumnya, hanya untuk mengarahkan matanya pada pemandangan Asahi yang menjadi bersahabat terhadap Ruri. Dia mulai menaruh pemikiran buruk terhadap Ruri.

“Gadis suci kelihatannya memiliki hubungan yang sangat baik dengan Ruri” – Pangeran

“Un. Bagaimanapun kami adalah teman masa kecil yang dekat!” – Asahi

(Harus berapa kali kukatakan bahwa ini benar-benar tidak benar)

Setelah mendengarnya, sang pangeran mengintai lebih dalam pada pemandangan di hadapannya. Asahi yang bodoh itu bahkan tidak menyadari bahwa sang pangeran menahan nafas.

Dan lalu, terjadilah insiden.

Pagi datang dan dia berganti pakaian ke dalam pakaian satu-potongan lengan panjang dan sepatu yang dia kenakan ketika berteleportasi ke tempat ini pertama kalinya.

Meskipun orang-orang di sini mempersiapkan baju lokal daerah sini untuknya, pemikiran mengenakan pakaian dengan hiasan tambahan memalukan untuknya. Dan jadi, dia menolak dengan sopan.

Hal yang sama tak bisa dikatakan untuk Asahi dan sisa kelompok.

Tanpa peringatan, pintu terbuka dengan paksa. Tentara-tentara seperti ditumpahkan ke ruangannya.

“?! Ada apa dengan semua ini?”

Tak menghiraukan Ruri yang syok, memborgolnya dan membawanya ke kamar Raja.

Kepalanya dipegang secara paksa sembari dia dipaksa berlutut. Simpul tali pada tangannya telah menyakitinya.

“Ini sakit…” – Ruri

Banyak tentara mengelilingi ruangan. Di antara mereka adalah sang pangeran dan mantan teman sekelasnya. Asahi tak terlihat ada di sana.

Tidak seperti kebencian sejati yang ditunjukan para tentara padanya, wajah yang dibuat oleh keduanya baik sang pangeran dan mantan teman sekelasnya adalah sebuah senyum yang menggeliat. Dia punya perasaan buruk tentang senua ini.

“Kau mencoba untuk membunuh Gadis Suci bahkan meskipun diberikan perlakuan luas berkat kemurahan hatinya. Kau harus tahu tempatmu!!” – Pangeran

“HUH? Aku tidak melakukan hal seperti it…. ugh” – Ruri

Ruri menjawab ketika mendengar tuduhan salah sang pangeran. Namun, dengan segera dia diberi tendangan oleh kesatriya dibelakangnya.

“Ada seorang saksi.” – Pangeran

Setelah sang pangeran selesai mengatakannya, perempuan dari kelompok mantan teman sekelasnya berdiri di depan.

“Tidak ada kesalahan. Dia menyembunyikan pemikiran dari ingin  membunuh Asahi-san karena perbedaan perlakuan yang dia terima. Dia bahkan datang kepadaku, meminta bantuanku untuk membunuhnya. “ – mantan teman kelas

(Ah, Aku mengerti sekarang. Menghapus pengganggu. Mereka bahkan berkolaborasi dengan pangeran untuk menyingkirkanku)

Diletakkan dalam keadaan tanpa harapan, Ruri tetap tenang seperti biasa.

“Merencanakan untuk membunuh Gadis suci adalah kejahatan berat. Aku mengusulkan kita mengasingkannya ke dalam hutan tersembunyi. Bagaimana pendapatmu, yang mulia?” – Pangeran

“Umu. Kita harus melakukannya seperti itu.” – Raja

Setelah mendengar kata ‘hutan tersembunyi’, semua tentara terengah. Ruri segera dihantam dengan sebuah perasaan buruk.

“…Apakah Asahi tahu mengenai ini? Dia tidak akan mempercayai lelucon aku ingin mengambil nyawanya ini. Bahkan jika Aku benar-benar berusaha untuk membunuhnya, dia akan meminta kalian untuk menyelamatkanku, kau tahu?” – Ruri

Mantan teman sekelasnya membuat ekspresi frustasi setelah mendengarnya. Mereka tidak memiliki usus untuk menyangkal kebenaran itu.

Sebaliknya, sang pangeran berbicara.

“Kami tidak bisa untuk memberitahunya bahwa teman baiknya merencanakan untuk membunuhnya. Kami akan memberitahu Gadis Suci yang ramah bahwa kau meninggalkan istana karena kau membenci ini.” – Pangeran

“Aku ragu dia akan menerimanya dengan mudah…” – Ruri

Aku yakin dia tidak akan mempercayainya.

Jelas mereka membuat Asahi dalam kegelapan untuk menyingkirkan Ruri. Dari sudut pandang Ruri mereka yang tidak benar-benar mengerti Asahi.

Obsesi Asahi terhadap Ruri tidak normal. Itu sampai ke titik jika di mana Ruri berkata bahwa ‘dia kan meninggalkan rumah untuk selamanya’, Asahi juga akan melakukan hal yang sama.

(Sekali lagi aku menjadi kacau dalam kondisi menyakitkan karena Asahi. Dia benar-benar mengenakan tali pada pengikutnya yang gila!!)

Meskipun menjadi tersangka utama dari sebagian besar masalah dan kemalangan Ruri, Asahi benar-benar lupa.

Dia punya lebih banyak untuk dikatakan tentang situasi ini namun dia menyerah karena mungkin ini merupakan kesepakatan. Tidak peduli sekeras apapun dia berusaha membuktikan bahwa dia tidak bersalah, lawannya adalah raja negeri ini. Merencanakan pembunuhan atau bahkan memerintahkan pembunuhan hanyalah masalah sederhana baginya. Tidak ada artinya memberikan bantahan.

Jika demikian, dikirim ke ‘hutan tersembunyi’ akan jauh lebih baik daripada terbunuh di sini.  Ada detail kecil dalam dirinya yang tidak tahu dimana tempat ‘hutan tersembunyi’ ini.

Jadi, dia dimasukkan kedalam kereta kuda dengan tangan terikat.

Dia tidak bisa memastikan berapa lama mereka telah melakukan perjalanan karena sesekali menutup matanya. Namun, goyangan gerbong itu semakin bertambah buruk seiring berjalannya waktu.

Setelah waktu yang tidak ditentukan, dia secara kasar dipaksa turun dari kereta.

“Kau hanya punya diri sendiri untuk mengutuk kesulitan saat ini.”

“Oi, cepatlah!”

“Aa. Kita harus melarikan diri juga atau kita juga akan tamat.”

Membuat kata-kata tak menyenangkan sperti itu, prajurit meninggalkan tempat dengan tergesa-gesa.

“Paling tidak lepaskan aku dari ikatan………. ini…”- Ruri

Ruri masih terikat. Ini sangat kencang bahwa menggoyangkan tangannya merupakan hal yang paling banyak bisa dia lakukan.

Dengan tenang, dia membuka bagian tersembunyi dalam sepatunya. Di dalamnya adalah pisau, yang kemudian dia gunakan untuk memutus dirinya bebas dari ikatan itu.

“Untuk berpikir bahwa ini akan berguna” – Ruri

Mengelus pergelangan tangan yang baru dibebaskannya, dia mulai melihat sekelilingnya.

Sebuah hutan tersembunyi yang dikelilingi oleh pepohonan tinggi.

Karena Ruri tidak diperlengkapi dengan baik mengenai pengetahuan di dunia ini, dia tidak punya ide dimana dia berada.

*

Tanpa rangsum air dan makanan, hanya menggenggam sebuah pisau kecil, situasinya benar-benar mengerikan.

Ini tidak akan aneh bagiku untuk mati di luar sini kapan saja.

Tapi satu hal yang pasti.

“Aku akan bertahan hidup. Dan aku akan mengambil pembalasan dendamku. Ada apa dengan omongkosong tentang kejahatan palsuku? Aku tidak senang bahwa Asahi menempel padaku seperti seekor lintah sedikitpun.

Benar-benar kebalikan, aku akan senang menawarkan tempatku pada orang lain.

Artinya, aku tidak memiliki rencana yang kuat untuk pembalasan dendamku. Jika ada yang lain, bertahan hidup di hutan ini adalah prioritasku sekarang ini.

*

Ruri memunculkan sebuah gambar peta kasar dunia ini yang dia lihat pada saat belajarnya dalam benaknya.

“Jika aku mengingat dengan benar, seharusnya ada negeri besar lain di samping Nadarsia.” – Ruri

Ruri ingat membaca mengenai sebuah negeri yang lebih besar dari Kerajaan Nadarsia di arah timur laut.

Negeri tersebut dikatakan sebagai rumah dari suku yang disebut ‘setengah manusia’ dan merupakan target penghinaan dari Kerajaan Nadarsia.

“Beberapa tempat yang dibenci Nadarsia seharusnya menjadi tempat yang bagus mengingat bagaimana Nadarsia.” – Ruri

Artinya, dia tidak yakin kemana dia harus mulai berjalan kedepan jika dia bahkan tidak bisa menentukan dimana posisinya sekarang.

Hari akan berakhir.

Untuk waktu ini, mendapatkan air dan tempat berlindung akan berjalan dulu.

Dia mengerutkan telinganya untuk mendengarkan suara aliran air. Mengecewakannya, dia hanya bisa mendengar daun-daun yang bergemerisik di sekitarnya.

Baru ketika dia akan menyerah, dia mendengar sebuah deringan bel yang lemah.

Menggenggam keyakinan ada orang lain di luar sini, dia mulai berjalan ke arah suara yang terlihat hanyut semakin jauh dan jauh.

Dia kehilangan jejak berapa lama waktu terlewat sejak dia mulai memburu suara itu dengan putus asa.

Betisnya segera berakhir pada kehabisan tenaga yang ekstrim ketika dia mendaratkan pantatnya dulu.

Ini berkat cahaya bulan bahwa dia tidak benar-benar disembunyikan dalam kegelapan. Ini baru saja, Ruri mulai menyesali tindakan berani mati seperti yang dia lakukan.

Suara aliran air memasuki daerah telinganya.

Memeriksa beberapa kekuatan yang tertinggal padanya, dia mulai berjalan ke arah sumber suara dimana sebuah pemandangan sungai kecil yang hadir di hadapannya.

“…Aku ragu apakah akan baik-baik saja untuk meminum ini. Uuuu, ah siapa yang peduli. Apapun lebih baik daripada mati karena dehidrasi.”

Mempersiapkan dirinya kemungkinan sakit perut karena meminum air yang tidak bersih, dia mulai menelannya turun.

Ruri sangat sibuk, yang bahkan dia tidak menyadari bahwa deringan bel telah berhenti.

Sekali dia merasa cukup dehidrasi, dia mulai langkah baru mengamankan sebuah tempat tidur.

Ruri mengumpulkan dedaunan kering dari sekitarnya dan membentangkannya di atas tanah. Tempat tidur akal-akalannya telah jadi.

Namun, ini tidak akan lucu mendapat serangan dalam gelap.

Meskipun dia ingin menyalakan api untuk menerangi sekitarnya, tidak ada batu api atau apapun yang sejenisnya.

“Jika saja aku bisa menggunakan sihir di saat seperti ini…” – Ruri

Dia mulai berpikir kembali pada saat ketika salah satu pendeta melemparkan sihir untuk meyakinkan mereka mengenai keseluruhan pemanggilan omong kosong ini.

Apa yang diperlihatkan padanya adalah sihir api dan air. Hal tersebut benar-benar akan menjadi bantuan besar untuknya sekarang ini.

Dia menutup matanya dan mulai membayangkan sebuah api sambil bergumam.

*

“…Seperti jika itu akan bekerja.” – Ruri

Tidak mungkin aku bisa melakukannya.

Bagaimanapun, dikatakan bahwa untuk bisa menggunakan sihir, seseorang harus memiliki bakat bawaan dan pelatihan yang dipersyaratkan.

Itulah mengapa mereka yang bisa menggunakan sihir diberi peringkat tinggi di dalam negeri.

Jika sihir begitu mudah diperoleh, dunia akan terisi dengan penyihir.

Aku malu bahwa aku bahkan berpikir bisa menggunakan sihir.

*

Setelah hanyut dalam pikiran batinnya, dia membuka matanya, terkejut dengan api yang baru saja terbakar kuat di hadapannya.

“Huh?!”

Takjub pada apa yang baru terjadi, dia menempatkan api yang kian mengecil ketika waktu berputar ke dalam tumpukan dedaunan.

Untuk beberapa saat, dia merasa lega bahwa permasalahan mengenai sumber cahaya telah terpecahkan. Dia mulai berpikir mengenai apa yang terjadi.

“…Tidak mungkin kan? Ini tidak bisa menjadi…” – Ruri

Tidak mungkin bahwa aku bisa menggunakan sihir.

Meskipun mengatakannya, dia menggenggam sebuah ranting dan mulai membayangkan sebuah api. Ujung rantingnya menyala seperti sebuah lilin.

“Ahahaha… ini pasti sebuah mimpi. Mari kembali tidur supaya aku akan bangun dari mimpi ini.”

Di sini, kami memiliki Ruri yang mencoba untuk kabur dari kenyataan. Bagaimanapun, dia jatuh tertidur dengan sangat mudah karena kelelahan yang menumpuk sepanjang hari.

Hari berikutnya, dia terpaksa bangun karena sakit yang dia rasakan pada seluruh punggung dan bahunya.

Untuk berpikir bahwa dia bisa tertidur sepanjang malam seperti sepotong kayu bahkan setelah menjadi tersangka sebuah percobaan, bahkan dia sendiri tercengang. Dia juga kecewa bahwa yang terjadi kemarin bukan hanya sebuah mimpi.

Dan hanya seperti itulah, 5 hari berlalu.

Ruri mengatur untuk tetap hidup.

Tidak menghiraukan kenyataan bahwa Ruri bisa menggunakan sihir, kakeknya merupakan seorang mantan anggota tentara dan pecandu hidup. Sejak dia masih kecil, kakeknya melatihnya kemampuan bertahan hidup dasar yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di hutan. Baik itu bagaimana cara mengamankan makanan, air, dan tempat berlindung, atau kemampuan yang bisa berarti pilihan antara hidup atau mati, mereka semua dipaksa kedalam gaya hidup Spartanya.

Ide menyembunyikan sebuah pisau di bawah sepatunya merupakan ajarannya juga.

“Kau harus mempersiapkan dirimu untuk segala   situasi yang akan muncul untuk bertahan hidup, tidak peduli apa!” merupakan sebuah kalimat favorit kakekku.

Aku benar-benar ingin mengambil pemikiran yang aku punya di masa lalu berupa seperti ‘Berhenti mempermalukanku dengan pembicaraan otaku- Anda, kakek! Kita hidup di sebuah pulau damai di Jepang. Tidak ada kebutuhan untuk lelucon membunuh atau kematian jenaka’ aku sungguh minta maaf kakek.

Hidup tak terprediksi.

“Kakek sayang, terimakasih atas ajaranmu, Ruri masih tetap hidup dan baik-baik saja. Seharusnya aku mengemas perlengkapan bertahan hidup untuk diriku sendiri sepanjang waktu seperti yang kau suruh.”

Jika aku berhasil  menemukan jalan kembali ke dunia asliku, aku bersumpah bahwa aku akan melakukan Sliding Dogeza di hadapan kakek.

“… begitu, jika aku bisa kembali ngomong-ngomong.” –Ruri

Sejujurnya, Ruri tidak benar-benar merasa seperti jika itu mungkin. Namun, dengan perjalanan ke negeri lain, dia mungkin saja menemukan jalan kembali. Harapan kecil yang dipunyainya adalah apa yang menyangganya.

Tiba-tiba dia mendengar deringan bel.

Ini adalah suara deringan yang sama yang akan dia dengar berkali-kali sejak hari pertama dia diasingkan kesini.

Kapanpun dia mengikuti arah deringan itu, dia akan dengan pasti menemukan dirinya di tempat dengan sumber air dan buah-buahan.

Agak mengerikan ketika berpikir jika dia sedang diamati oleh seseorang. Tapi ia tidak bisa berpikir buruk mengenainya karena berkat orang itulah dia bisa bertahan hidup hingga kini.

Meskipun begitu, dia mengharapkan akan lebih banyak kemewahan seperti sebuah baju ganti yang bersih dan makanan dengan rasa yang lebih kental.

Dia mulai mencari makanan di sekitar lingkungan lokasi deringan itu. Namun, sesuatu terasa salah kali ini.

Deringannya keras.

Sperti jika itu mencoba memberi sinyal datangnya sesuatu, suara deringan itu bertambah keras volumenya.

Ini sampai pada titik dimana dia bisa mendengarnya berdering tepat di samping telinganya. Saat dia hendak berteriak ‘Berisik-‘, suara gemerisik terdengar dari belakang Ruri.

Dia dengan acuh tak acuh menghadap ke sekitar, hanya untuk menemukan dirinya menghadapi makhluk percampuran babi, beruang, dan kalajengking setinggi 3 meter.

Makhluk itu yang dalam keadaan bersemangat membuat suara “Fuhyaaa” dan mulai mengejar.

“Kyaa! Apa itu? APA ITU?” –Ruri

Melihat serangan gencar yang diprakarsai oleh makhluk itu, Ruri mulai berlari dengan kecepatan penuh sambil menangis.

Jadi kita kembali ke tempat dimana kita memulai kisah kita.

*

Aku bermanuver di sekitar pepohonan dengan efisien, mencoba untuk melarikan diri dari makhluk itu. Tapi semua itu sia-sia karena makhluk itu hanya menumbangkan pepohonan di depannya, tidak memperlambat pengejarannya padaku.

“Aku sangat yakin bisa menciptakan sebuah rekor dunia baru dalam berlari… haha…… Oi, Kau ngotot ya? Aku sama sekali tidak lezat ok?”

Bagi Ruri yang berlari untuk hidupnya, cabang-cabang yang menghantamnya semua hanya halangan. Kelelahan menyusulnya dengan cepat.

Semuanya sudah berakhir…

Ketika aku memikirkannya, aku merasa seperti baru saja melewati penghalang. Terkejut karenanya, aku tersandung dan terjatuh ke tanah.

Aku dengan cepat berdiri dan melihat belakangku. Tapi makhluk yang seharusnya mengikutiku benar-benar berhenti pada jejaknya dan mulai melihat sekitar.

Dan tepat seperti itu, pengejaran terus-menerus oleh makhluk itu berakhir ketika itu berjalan menjauh, tak menghiraukan Ruri yang berada di depannya.

“…A-aku selamat… Tapi apa itu……..”

Aku menghembuskan nafas besar dan mulai melihat sekitar. Saat itulah sesuatu menarik mataku.

“… Sebuah rumah? Kenapa… bagaimana?? Tidak ada apapun di sana tadi…”

Sebuah rumah besar muncul di tengah hutan yang biasanya hanya terisi oleh kehijauan.

Tidak peduli seberapa putus asanya aku mencoba untuk melarikan diri, tidak mungkin aku melewatkan rumah seperti ini.

Ketika aku tetap mencoba untuk memahami situasinya, aku mulai berjalan ke arah rumah. Asap tiba-tiba mulai keluar dari cerobong asap.

“Seseorang di sana…” –Ruri

Ini pasti orang yang membantunya dari belakang bahkan sejak aku diasingkan ke hutan ini.

Seolah seluruh rangkaian dengan makhluk itu tidak pernah terjadi, aku mulai tenang.

“Aku harap bahwa seseorang yang di dalam adalah orang baik!” – Ruri

Di dalam kepala Ruri terisi dengan harapan mandi hangat, mengganti pakaian, dan sebuah makanan yang memuaskan.

Berpegang pada harapan bahwa dia akan diberkati dengan hal tersebut, dia berdoa dengan telapak tangannya menyatu, sambil mendekati rumah itu.

“Oi gadis. Bagaimana kau datang kemari?”

Aku terkejut dengan suara yang kudengar bahwa aku segera mengalihkan pandanganku ke depan.

Itu adalah seorang wanita tua memegang sebuah pisau dapur, dengan darah menyelimutinya dimana-mana.

“Kyaaaa, ini hantu nenek kebayaaaaaaaaaaan!!” – Ruri

“SIAPA YANG KAU PANGGIL NENEK KEBAYAN!!”

Aku ingin bermain sebagai lelaki lurus dan mengatakan ‘Itu yang Anda khawatirkan??’. Tetapi karena kelelahan akibat berlari begitu lama dan situasi yang tidak dapat dipercaya berlangsung di depanku, aku jatuh pingsan karena keterkejutan.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected.

Options

not work with dark mode
Reset