Cinta yang Mengintai di Meja Makan

Setelah mengatur suhu air di dalam bak mandi, aku menunggu Hino-kun di pintu.

Dia mungkin basah kuyup karena dia tergesa-gesa. Akan bagus untuk menghangatkannya dengan cepat.

Aku menyambar sebuah handuk untuk mengakhiri persiapanku dan mendengar ketukan di pintu. “Igarashi-san,” panggil suara Hino-kun.

“Aku datang!”

Seperti yang kuperkirakan, ketika aku membuka pintu, rambutnya dan bajunya basah ketika dia berdiri di sana memegang tas perjalanannya.

Tetesan air menetes dari rambut cokelat pucatnya dan turun ke pipinya. Bajunya juga basah sampai menjadi warna lain.

Aku segera menyerahkan handuk yang kupegang kepadanya.

“Apa kamu baik-baik saja, Hino-kun?”

“Ya…”

“Aku juga sudah mempersiapkan mandi jadi kamu harus masuk!”

“Oke.”

Hino-kun menunduk, jadi aku tidak bisa melihat ekspresinya.

Dia mungkin mencoba untuk menghentikan air masuk ke matanya. Aku menyambar lengannya dan membawanya ke kamar mandi, menutup pintu ke ruang ganti agar dia bisa langsung mengganti bajunya.

“Ada baju ganti di keranjang.”

Aku sudah mempersiapkan baju sebelum Hino-kun sampai.

Baju gantinya ada di bilik lemari, tapi aku tidak memakainya karena aku membawa piyama.

Semua ruangan adalah ruangan pribadi dan tidak ada yang diberi ruangan tertentu, jadi karena kami pergi berdasarkan panggilan absen, lantainya tidak dipisahkan oleh gender. Jadi bilik lemarinya menyediakan pakaian untuk pria dan wanita. Aku sangat senang. Tinggi kami berbeda jadi aku tidak bisa meminjaminya bajuku.

Bagaimapaun, aku menghangatkan air di pemanas air elektrik untuk saat dia keluar dan duduk di kursi.

Aku tidak tahu semua detailnya, tapi dari apa yang dia katakan padaku, penginapannya sedang tidak tersedia setelah syutingnya dan kemudian itu mulai hujan. Dia mungkin kehujanan selama beberapa saat. Aku khawatir bahwa dia akan masuk angin.

Aku berharap aku punya sebuah botol air hangat… atau sesuatu untuk membuatnya hangat agar dia bisa tidur dengan benar.

Ini mungkin belum musimnya untuk penghangat tangan… Tapi meskipun ini sudah hampir waktunya tidur, aku bertanya-tanya apakah aku bisa kembali dengan tepat waktu jika aku pergi ke toko serba ada sekarang.

Akan bagus untuk pergi ke toko serba ada terdekat dan mendapatkan beberapa makanan hangat untuk menghangatkan dia. Tapi jika aku pergi begitu saja saat dia sedang mandi, itu mungkin akan membuatnya khawatir….

Melihat jam, aku punya lime belas menit sampai saatnya mematikan lampu. Jika aku pergi sekarang, aku tidak bisa masuk kembali. Ketika aku menghela nafas akan ketidakmampuanku, pengering rambut memasuki penglihatanku.

“Oh benar, pengeringnya…”

Berpikir bahwa aku bisa mencoba mengeringkan pakaian Hino-kun, aku berbalik ke ruang ganti. Aku mengetuk untuk berjaga-jaga sebelum aku memasuki ruangan, dan aku bisa melihat sosok manusia melalui kaca buram pintu kamar mandi.

“Hino-kun, um, aku pikir aku harus mengeringkan pakaianmu.”

“…Makasih”

Suaranya menembus pintu terdengar serak, hampir seperti dia menangis. “Apa kamu baik-baik saja?” Aku bertanya dan dia merespon dengan singkat, “Ya.”

Aku khawatir, tapi dia pasti tidak akan suka untuk memiliki percakapan panjang saat sedang mandi.

Aku menyambar pakaian basahnya keluar dari ruang ganti dan menggantungnya di bilik lemari.

Pertama, aku menggantung jaketnya, yang paling basah, dan kemudian celananya. Ketika aku menggunakan pengering rambut di jaketnya… sesuatu keluar.

“Woah.”

Aku melompat kebelakang setelah melihat celana dalam di lantai. Dia pergi mandi jadi harusnya itu sudah jelas. Setelah sedikit kekhawatiran, aku menggantungnya di gantungan celana. Tas perjalanan Hino-kun berada di ruang ganti dan karena dia perlu menggantinya, aku meninggalkannya.

Setelah mengeringkan dalamannya dengan perasaan kompleks, aku mengerjakan kemejanya. Dan setelah kemejanya kembali ke warna asli, aku mendengar Hino-kun mengatakan, “Aku sudah selesai, Igarashi-san.”

“Hino-kun, untuk saat ini aku sudah selesai mengeringkan co-!?”

Aku kehilangan kata-kata terhadap pemandangan di hadapanku. Ketika Hino-kun keluar mandi, dia hanya dengan benar memakai celana piyama dari hotel. Kemejanya tidak dikancingkan sama sekali… Itu masih terbuka. Dia sama saja setengah telanjang. Dia belum selesai sama sekali!

“K-kamu harus memakai bajumu dengan benar, Hino-kun! Atau kamu akan kedinginan!”

“Hm? Aku tidak bisa mendengarnya. Apa yang kamu katakan?”

Dia dengan perlahan mendekatiku dengan pandangan agak lesu di matanya. Aku mundur selangkah dan menggunakan jaketnya sebagai tameng.

“Bagian depanmu, terbuka! Kamu akan masuk angin!”

“…Oh. Tapi ini sedikit panas.”

“Eh, maaf, aku mungkin mengatur airnya terlalu pan- Hino-kun!?”

Aku menurunkan tameng sementaraku – jaketnya – untuk melihat bahwa dia jauh lebih dekat denganku daripada yang kuperkirakan. Ketka aku berpaling darinya, dia bertanya padaku, seperti itu adalah misteri paling falam di dunia, “Kenapa kamu nggak menatapku?”

“K-karena kemejamu terbuka dan, b-bagaimanapun, um, sekarang ini mustahil!”

“Kenapa? Kamu kan nggak menyukaiku, jadi tidak masalah kan?”

Tidak, tapi aku menyukaimu! Aku mencintaimu. Itulah kenapa ini sangat… Tunggu, kenapa dia mengatakannya seperti itu…?

Dia dengan stabil mendekatiku sedangkan aku gugup. Aku mundur selangkah tiap kali dia maju selangkah sampai tumitku tidak bisa mundur lagi. Hampir di saat yang sama saat aku menyadarinya, dia menyambar pergelangan tanganku.

“Tanganmu dingin… Rasanya nyaman.”

Dia meletakkan tanganku di atas dadanya sambil berbisik dengan suara rendah. Aku benar-benar menyentuh kulitnya. Aku menyentuh kulitnya. Aku tidak bisa tenang.

“Kamu merah sekali, Igarashi-san…”

Matanya dari jarak dekat, mengintip diantara poninya, kelihatan memiliki ayunan mempesona. Sebuah ketukan di pintu menginterupsi kepanikan di kepalaku.

“Igarashi~? Apa kamu di sana~?”

Itu adalah suara guru.

Ini pasti saatnya untuk absen dan mematikan lampu. Oh tidak. Bagaimanapun, aku harus ke sana.

“Bersembunyilah!” Aku berbisik pada Hino-kun dan menjauh darinya. Aku segera mengambil sepatunya dari depan pintu dan menyembunyikannya di kotak sepatu sebelum aku membuka pintu.

“Woah, kamu tidak perlu bergegas ke luar sini. Saya hanya ingin tahu apakah kamu berada di ruanganmu.”

“H-hahaha…”

Guru melihatku dengan aneh setelah aku pada dasarnya terbang keluar dari pintu. Kemudian, setelah melihat ke belakangku untuk memeriksa dalam ruangan, ia bergumam seakan ia baru saja menemukan sesuatu.

“Itu…”

Jantungku mulai berdetak kencang.

Dia mungkin menemukan bahwa Hino-kun berada di ruanganku. Orang lain dilarang memasuki kamar lainnya dari sepuluh menit sebelum mematikan lampu dan setelahnya.

Dan karena Hino-kun harusnya tidak hadir hari ini, itu akan aneh baginya untuk berada di sini.

Dia pasti marah. Aku menunggu kata-kata guru yang selanjutnya dengan perasaan putus asa, tapi dia mengatakan, “Bukankah ruangan ini sangat kering? Tidak seperti di sekolah, kamu bisa mengoperasikan AC dengan bebas di sini,” dan menunjuk remot kontrol di ruanganku.

“Eh…?”

“Kalau kelembapannya terlalu tinggi, kamu bisa terkena pitam panas. Apa kamu tidak tahu? Itu membunuh orang-orang tiap tahunnya.”

Setelah berbicara dengan nada santai, guru memutar tumitnya dan pergi ke kamar sebelah.

  • Ia tidak menyadari Hino-kun?

Aku berdiri tercengang ketika guru pergi untuk mulai memeriksa kamar lain. Aku segera menutup pintu dan menguncinya, menghela nafas besar.

Aku sangat senang beliau tidak menyadarinya. Itu terlalu besar untuk jantungku. Aku berulang kali menarik nafas dalam untuk menenangkan diri ketika aku mengambil sepatu Hino-kun keluar dari kotak.

Bagian dalam sepatunya mungkin basah. Aku menyambar beberapa tisu dan menyumpalnya ke dalam. Aky berdiri setelah menyelesaikan pekerjaanku untuk melihat Hino-kun tepat di belakangku.

“Makasih, Igarashi-san.”

“Tidak masala.”

“Kalau begitu, haruskah kita tidur? Ini saatnya mematikan lampu.”

“Ya. Ini saatnya matikan lampu.”

Aku mengangguk dan bergerak lebih jauh ke dalam ruangan dan ke tempat tidur- dan kemudian otakku benar-benar berhenti.

…Benar. Hino-kun tidur di sini hari ini.

Mataku melihat bergantian antara tempat tidur dan punggungnya ketika aku mengerjapkan mata.

Aku benar-benar lupa hanya ada satu tempat tidur di sini. Atau lebih seperti, aku bahkan tidak memikirkannya.

Dia datang ke sini karena dia tidak punya tempat untuk tidur, jadi tentu saja dia akan tidur di sini. Aku sangat khawatir tentang mengeringkan pakaiannya agar dia tidak sakit dan mengurus kedatangan guru yang tiba-tiba bahwa aku bahkan tidak memikirkan tentang kondisi tidur.

Aku melirik ke arah ruangan, tapi tentu saja karena ini adalah ruangan single, hanya ada satu tempat tidur. Tidak ada sesuatu seperti sofa untuk tidur juga. Dan karena ini bukanlah ruangan bergaya Jepang, aku tidak bisa hanya mengatakan sesuatu seperti, “Aku akan tidur di bilik lemari!”

…Di lantai samping pintu?

Jika aku tidur dekat dengan tempat tidur, maka jika Hino-kun perlu ke kamar mandi di tengah malam, aku akan menghalangi dia.

Lantai di sini hanyalah pilihanku satu-satunya. Aku mengeluarkan handuk tambahan dan dengan hati-hati menggulungnya satu per satu.

“Apa yang sedang kamu lakukan, Igarashi-san?”

“Aku sedang membuat bantal. Oh, ini milikku dan kamu bisa mendapatkan bantal yang di atas tempat tidur.”

“……Huh?”

Aku menjelaskan secara runtut untuk meyakinkannya, tapi dia menatapku seakan dia tidak bisa mempercayaiku.

“Kamu tidak boleh tidur di lantai, Igarashi-san. Aku akan tidur di lantai. Ini kamarmu, jadi kamu harus tidur di atas tempat tidur. Aku tidak bisa tidur kalau aku membiarkan seorang gadis tidur di lantai.”

“Nggak papa. Bahkan jika aku mengganti bantalku atau yang lainnya, aku bisa tertidur dengan cepat. Dan kalau kamu tidur di lantai dan menyakiti diri, itu bisa menghambat pekerjaanmu.”

“Nggak, badanmu bisa remuk.”

Hino-kun menyambar pergelangan tanganku yang sedang membuat bantal. Ketika aku menggelengkan kepalaku, dia berkata, “Kalau begitu ayo tidur bersama. Di atas tempat tidur yang sama. Kita akan membaginya.”

“Eh…..”

Tidur di atas lantai… tidak, bahkan tidur di bak mandi akan jauh lebih baik untuk jantungku. Jika aku tidur di atas tempat tidur yang sama dengannya, jantungku mungkin akan berhenti. Lantai akan jauh lebih baik. Aku tidak peduli apakah aku akan pegal-pegal.

“Itu tidak mungkin. Aku akan tidur di lantai.”

“Apa aku kotor?”

“E-eh!?”

Kenapa Hino-kun berbicara tentang kotor? Tapi matanya yang sedih terlihat yakin.

“Kalau kamu tidak mau ke tempat tidur denganku karena aku kotor maka aku akan mandi lagi.”

“Kamu nggak kotor! Tidak sama sekali. Kamu baru saja selesai mandi jadi tentu saja kamu bersih.”

“Kalau begitu apa aku bau?”

“I-itu bukanlah apa yang ingin coba kukatakan. K-kenapa kita membasah tentang…”

“Karena kamu nggak mau tidur di tempat tidur yang sama denganku, Igarashi-san.”

“Ummm……”

Hino-kun menatap lurus padaku… K-kenapa kami berdebat tak berarti seperti ini…? Dia adalah orang baik. Tapi aku merasa seakan dia mengatakn sesuatu yang sangat aneh saat saklat tertentu dijentikkan…

“Kalau begitu aku akan pergi mandi.”

Ketika aku sedang mengkhawatirkan, dia mulai menuju ke kamar mandi. Aku dengan cepat menghentikannya dan menggelengkan kepalaku.

“K-kamu nggak perlu melakukannya. Untuk sekarang, bisakah kamu berhenti memikirkan untuk mandi?”

Tadi dia mengatakan dia merasa panas. Jika dia pergi mandi seperti ini, dia akan tumbang.

“Kalau begitu maukah kamu tidur? Bersama, denganku?”

“Um… Itu…”

Aku berpaling dari tatapan serius Hino-kun. Tapi pada titik ini, dia akan kembali mandi… Tapi aku ingin tidur di atas lantai….

Saat aku ragu, dia mulai menuju ke kamar mandi lagi jadi aku mengangguk dengan semangat.

“A-ku paham. Aku paham, jadi jangan mandi. Kamu mungkin akan pingsan.”

“Kalau begitu ayo tidur bersama.”

Aku tidak tahu bagaimana merespon pelototan Hino-kun. Ketika dia dengan lembut memberitahuku untuk tidur, aku mengambil nafas dalam dan naik ke tempat tidur.

“Baiklah, aku matikan lampunya.”

“O-oke.”

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected.

Options

not work with dark mode
Reset