Cinta yang Mengintai di Meja Makan

Keesokan harinya, aku menatap daun-daun merah yang bergoyang di luar jendela kereta.

Kereta ini menuju ke penginapan tempat perjalanan sekolah kami berada.

Hari ini kami harus sampai di sekolah lebih pagi karena waktu yang dibutuhkan dari stasiun terdekat dengan sekolah kami ke tujuan kami sekitar dua jam. Semua orang memakai baju santai mereka bukannya seragam, semua orang entah duduk di kursi mereka atau berkumpul di pintu, berbincang dengan bahagia.

“Apa kamu baik-baik saja, Maki-kun? Kalau kamu mulai merasa pusing, langsung beritahu aku.”

“Mm.”

Dan Meina-chan menjaga Maki-kun seperti biasa.

Karena Maki-kun memakai jaketnya yang biasa, dia tidak terlalu kelihatan berbeda dari normalnya.

Di sisi lain, Meina-chan, meskipun terlihat gelisah, memakai pakaian santai yang membuatnya terlihat sangat berbeda dari penampilannya yang biasa.

Ketika aku melihat keduanya dari ujung mataku, aku mendengar seorang gadis mulai berbicara.

“Oh ya, apakah Hino-kun tidak datang hari ini?”

“Kupikir dia punya pekerjaan.”

“Sungguh…? Menyebalkan”

Mereka adalah gadis-gadis yang dekat dengan Sasaki-san sebelumnya.

Meskipun mereka selalu yang paling gaduh di kelas, sejak Sasaki-san dikeluarkan karena mencuri, mereka tidak seribut itu.

“Oh tunggu, apa kamu sudah melihat ciuman Hino-kun di dalam dramanya?”

“Aku lihat! Partnernya, um? Siapa namanya? Gadis yang ada di acara spesial tempo hari di baris ketiga dari depan. Aku sangat iri padanya sehingga aku sedikit cemburu.”

“Aku juga. Aku melihat wawancara dengannya kemarin dan dia mengatakab mereka syuting tepat setelah liburan musim panas. Aku terkejut bahwa dia tidak mengatakan apapun tentang itu sama sekali.”

“Pasti enak untuk pergi keluar dengan Yousuke untuk bekerja! Berapa kebaikan sih yang dia dapatkan di kehidupan lalunya?”

Aku merasakan suasana hatiku memburuk ketika para gadis itu makin bersemangat. Mungkin karena Hino-kun pergi dan perhatianku terbagi.

Aku harusnya sudah tahu bahwa dia aktif di TV dan di majalah, dan bahwa dia akan dibicarakan meskipun dia bahkan tak ada di sana. Tapi ini seakan dia tak akan meninggalkan pikiranku.

Gadis-gadis itu masih membicarakan Hino-kun, tapi aku tidak bisa membiarkan diriku gundah terhadap hal tersebut. Aku ingin berhenti menyukainya. Maka aku bisa menghadapinya dengan benar dan memberinya makanan yang kubuat.

Sembari berdoa agar pemikiranku hilang, aku bersandar di dinding dan menunggu keretanya sampai di tujuan kami.

“Mulai sekarang adalah waktu bebas kalian. Tapi kalian harus kembali sebelum malam.”

Guru menatap kami semua sekelas di depan sebuah museum luas.

Setelah sampai di tujuan kami dengan selamat, kamu pergi ke museum untuk melihat pameran dan makan siang di kantin yang tersedia.

Dan sekarang kami semua punya waktu bebas. Berdasarkan selebaran yang diberikan kepada kami sebelumnya, kami harus kembali ke hotel kami jam 5 sore, presensi dengan guru di dekat meja depan, makan malam, mandi, dan tidur.

Ini sekitar jam 1 siang sekarang jadi kami punya empat jam waktu bebas sebelum kami harus berkumpul bersama.

“Apa kamu mau pergi bersama, Mizuka-chan?”

Aku berputar ke arah Meina-chan ketika dia memanggilku. Maki-kun berdiri di sampingnya.

Awalnya, kami berencana untuk berkeliling sendiri, tapi aku menyarankan agar dia membawa Maki-kun bersamanya.

Entah kenapa, Meina-chan kelihatan lebih tenang ketika dia menjaga Maki-kun daripada ketika dia jauh darinya. Aku melihat selama kelas memasak bagaimana lelahnya dia ketika mereka berpisah.

“Bagaimanapun, kita harus melihat toko suvenir. Aku melihat petunjuk perjalanan, dan besok kita akan bangun lebih awal, sarapan, dan kemudian pulang, jadi kita nggak akan punya waktu untuk berbelanja.”

Meina-chan membandingkan peta yang tercantum pada petunjuk perjalanan dengan peta di ponselnya. Aku setuju dengan dia dan Maki-kun sepertinya tidak memiliki keluhan apapun.

“Baiklah, ada banyak toko suvenir di jalan utama, jadi ayo pergi ke sana…”

Kami mengikuti instruksinya. Kami sampai di sebuah jalan yang berjajar dengan bangunan kayu dan diselimuti suasana tenang. Bendera mengiklankan khas lokal seperti manju dan telur berdiri di sepanjang jalan dan aku bisa mencium aroma makanan berasal dari bangunan-bangunan itu.

Aku bisa mencium gandum kukus yang montok dan manis… Itu baunya enak.

Ketika aku sedang memandang ke sekeliling dan berjalan, Maki-kun secara tak terduga berhenti bergerak dan berbalik padaku.

“Teman Me-chan.”

Mata lelahnya merefleksikan diriku. Meina-chan terus menatap petanya dan melanjutkan ke depan.

Ketika aku pergi untuk memanggilnya supaya berhenti, Maki-kun berbisik, “Sampa jumpa.” Kemudian aku mencoba bertanya padanya apa maksudnya, seseorang menyambar tanganku dari belakang.

“Eh, Hino-ku…”

Aku berputar untuk melihat orang yang memegang tanganku adalah Hino-kun. Disanalah dia, memakai topi, kaca mata, dan bahkan masker… Dia lebih menyamar dibanding yang pernah kulihat dia lakukan.

“Kenapa kamu di sin– Ah–“

Sebelum aku bisa menyelesaikan pertanyaanku, dia mencengkeram tanganku dan mulai berlari. Aku bisa mendengar Maki-kun berkata dengan pelan, “Aku akan memberitahu Meina, jadi jangan khawatir,” dari belakang.

Aku membalikkan punggungku pada suaranya dan mengikuti ketika Hino-kun membawaku ke sebuah gang di antara dua bangunan.

◆◆◆

Hino-kun membawaku dengan lenganku dan kami berlari sampai kehabisan nafas. Aku tidak tahu berapa lama kami sudah berlari sejak kami memasuki gang, tapi dia mulai memelan. Akhirnya, setelah memeriksa belakangku, dia berhenti.

“Dari kelas kita harusnya tidak ada yang muncul di sini. Maaf, Igarashi-san. Apa kamu lelah dengan semua lari-larian ini?” Hino-kun bertanya padaku ketkka dia melepas maskernya dan meletakkan kaca matanya ke saku kemejanya.

Aku berakhir dengan membisikkan, “Kenapa?” karena betapa tertegunnya diriku.

Dia hanya tertawa dan mengatakan,” Aku pulang kerja,” seperti itu bukanlah apa-apa.

“E-eh!?”

“Aku punya syuting di dekat sini hari ini. Sesi pagi selesai lebih awal dan aku masih belum bisa melakukan syuting sore. Jadi aku punya istirahat panjang, kupikir aku akan berkencan denganmu.”

Dia mulai berjalan santai, membawaku bersama denhan tangan. Dia dengan gembira memberitahuku bahwa, “Di sekitar sini ada kuil percomblangan yang sudah ingin kukunjungi,” dan menunjuk dengan tangan kosongnya. “Sepertinya ini benar-benar cocok. Kamu bisa menemukan belahan jiawamu di sana, atau jika kamu pergi bersama kekasih, kalian akan diikat bersama selamanya.”

“Benarkah?”

Aku berusaha menekan perasaanku yang menggelap terhadap rasa gembiranya.

Sebelumnya sepertinya tidak tidak pernag peduli tentang romansa… Tapi sekarang ada kemungkinan bahwa dia menemukan seseorang yang dia sukai karena betapa semangatnya dia pergi ke kuil.

Dadaku sakit saar dia berbalik padaku dan bertanya, “Apa kamu tidak ingin pergi?”

“Aku ingin. Kupikir itu tidak akan masalah untuk menemukan belahan jiwaku.”

“Hm, apa itu artinya kamu tidak menyukai seseorang?”

“Tentu saja. Kebahagiaanku adalah memasak dan makan makanan enak.”

Apa aku tersenyum dengan benar? Saat aku mengatakannya, Hino-kun menatapku seperti dia sedang mengujiku.

“Bagaimana dengan Kawauchi?”

“Eh?”

Namanya yang tiba-tiba dilontarkan membuatku tertegun.

Kenapa dia mengatakan nama Kawauchi-kun?

Aku tidak pernah mengatakan aku menyukai Kawauchi-kun. Ini benar-benar kesalahpahaman. Saat aku akan mengoreksinya, aku menyadari.

Mungkin akan lebih baik jika Hino-kun percaya aku menyukai Kawauchi-kun.

T/N: Noo!!! Ini orang berdua susah amat yaa bersatunya. Kelamaan ngga sih, pake muter2 segala cara. Huuhhh

Jika aku memberitahu Hino-kun bagaimana perasaanku terhadapnya, itu pasti akan membuat trauma.

Dia mungkin bertanya-tanya apakah aku memasukkan sesuatu di dalam makanannua sebelumnya dan tidak bisa makan makanan apapun yang kubuat setelahnya. Maka ada kemungkinan fia tidak akan pernah makan apapun lagi.

…Bahkan kemarin, dia takut pada karyawan pengantar ke rumah.

“Kamu nggak menyangkalnya?”

“B-bagaimanapun, ayo pergi! Ke kuil percomblangan!”

Aku tidak menyangkalnya. Aku tidak merasakan sesuatu yang khusus terhadap Kawauchi-kun. Jika tersebar, mungkin orang-orang akan memberi Kawauchi-kun atau diriku waktu uang sulit, tapi aku tidak berpikir Hino-kun akan menyebarkan gosip.

Aku memberinya sebuah senyuman yang kupkir senyum santai saat Hino-kun mempererat cengkeramannya pada tanganku.

“Hino-kun?”

“Ayo ikat sedikit benang dan buang yang tidak kita perlukan.”

“Ya.”

Tunggu… Memotong benang?

Aku bertanya-tanya mengenai nada suaranya yang agak mengganggu ketika aku menuju ke kuil bersama Hino-kun.

◆◆◆

“Ini adalah tempat dimana kamu berdoa untuk diiikat bersama dengan orang yang kamu sukai.”

Hino-kun tersenyum ketika dia menunjuk ke kuil dengan tali merah polos tergantung dari kuil itu.

Setelah berjalan beberapa saat, kami sampai di kuil percomblangan. Ini kelihatannya adalah tempat populer. Toko Suvenir dan camilan yang kami lewati sepanjang jalan menuju menjual manju, senbei, sake, dan sepasang tali pengikat yang bertujuan mempersatukan orang.

Ada banyak pasangan di samping kuil jadi ini mudah dimengerti betapa terkenalnya kuil ini. Tapi untuk beberapa alasan, aku tidak bisa melihat siapapun di sana sendirian.

“Sepertinya area pemurnian ada di sana.” Kata Hino-kun dan membungkuskan lengannya di bahuku. Mencuci tanganmu di sini sepertinya sama dengan kunjungan kuil lain. Setelah kami selesai pemurnian, kami mengantre di depan kotak persembahan.

Tapi kuil itu penuh dengan pasangan dan aku merasa tersisihkan.

Saat aku sibuk terkejut, Hino-kun menangkupkan tangannya. Aku juga menangkupkan tangan seperti yang kulakukan setiap Tahun Baru untuk kunjungan kuil pertamaku.

Tapi aku tidak menyukai Kawauchi-kun dan aku tidak ingin bertemu belahan jiwaku.

Aku berpikir tentang meminta perasaanku terhadap Hino-kun menghilang, tapi ini mungkin bukan tempat yang tepat untuk harapan itu. Namun, aku juga punya satu harapan yang kuajukan.

…Aku ingin orang yang disukai oleh Hino-kun menyukainya balik dan agar keduanya bahagia.

Aku tidak tahu apakah orang yang disukai Hino-kun sudah menyukainya balik, tapi pasti dewa percomblangan akan mampu mengerti perbedaan kecil itu.

Setelah aku selesai berdoa dengan seluruh kekuatanku, aku berbalik pada Hino-kun, yang juga sudah selesai.

“Apa kamu sudah selesai?”

“Iya. Kamu juga, Hino-kun?”

“Aku juga. Kalau begitu ayo beli beberapa suvenir.”

Hino-kun menyambar tanganku. Menatap ke sekitar, benar-benar tidak ada yang lain selain para pasangan di sini. Mungkin daripada mengikat dua orang bersama, tempat ini lebih terkenal untuk mempererat hubungan.

Aku akan melakukan penelitian terhadap tempat ini begitu aku kembali ke kamar hotelku. Aku merasa agak gelisah ketika kami meninggalkan kuil percomblangan.

◆◆◆

“Hhahh…“

Setelah aku selesai berbelanja suvenir dengan Hino-kun, aku menuju ke hotel dan aku sekarang berbaring di tempat tidur di kamarku.

Aku sudah mandi dan mengeringkan rambutku, jadi tidak ada yang bisa kulakukan sampai saatnya tidur.

Sekarang ini jam 8 malam dan kami harus mematikan lampu jam 10.

Kami masing-masing punya kamar sendiri, dan beberapa orang kelihatan berkumpul di kamar yang lain. Tapi Meina-chan mungkin menjaga Maki-kun dan aku tidak ingin pergi ke suatu tempat tertentu.

“Untuk sekarang, kupikir aku harus mencari-cari tentang kuil itu…”

Aku menyambar ponselku dari atas ranjang dan mencari kuil yang kukunjungi bersama Hino-kun hari ini.

“Eh?”

Tapi untuk beberapa alasan, hasil teratas dengan huruf tebal seperti, “Spot Kekuatan Cinta” “Tempat Wajib Dikunjungi Pasangan” dan “Hanya Untuk Pasangan Kekasih”.

Hino-kun pasti salah.

Aku melanjutkan menggulir dengan perasaan buruk. Seperti yang kutakutkan, kuil yang kami kunjungi hari ini ditujukan untuk pasangan.

Kuil itu bertujuan untuk mempererat ikatan antar sepasang kekasih agar mereka bersama selamanya. Tapi ketika aku mencari untuk apa yang akan terjadi saat dua orang yang bukan pasangan pergi, layarku berubah menunjukkan panggilan masuk.

Nama Hino-kun terdaftar di layar. Aku melompat dari ranjang dengan panik dan menekan tombol jawab.

“Y-ya?”

“Ah, Igarashi-san?”

“Ya, ini Igarashi.”

Suara Hino-kun di ujung telepon terdengar agak tidak sabar.

“Maaf, tapi bolehkah aku datang ke kamar yang kamu tinggali?”

“Huh?”

Aku dibuat tak bisa berkata-kata terhadap kata-katanya yang tak terduga. Ketika aku tidak menjawab, Hino-kun segera melanjutkan, “Hotel yang seharusnya kutempati sedang tidak tersedia, dan ini mulai hujan, dan karena aku dekat dengan hotelmu…”

Aku menatap keluar jendela untuk melihat tetesan hujan menghantam kaca.

“Oh, tidak masalah. A-aku akan menyiapkan handuk”

“Makasih… Woa-“

Ketika aku pergi mengambil handuk, aku mendengar suara deburan di telepon.

“Hino-kun?”

“Haha, Aku hanya terpeleset sedikit.”

“Jangan terlalu tergesa dan jangan sampai basah kuyup! Nomer kamarku…”

Aku memberitahunya nomer kamar dan juga lantaiku. Dia membaca ulang apa yang dia tulis di ponselnya.

“Baiklah. Makasih, Igarashi-san. Aku akan ke sana sekarang.”

“Oke. Aku punya banyak handuk siap dan aku akan memulai air di kamar mandi agar kamu bisa menghangatkan diri.”

“…… Igarashi-san.”

Ketika dia berbicara lagi, aku entah bagaimana berhenti bergerak sambil menunggu dia melanjutkan. Ketika dia melanjutkan, suaranya terdengar aneh berbeda.

“Maaf.”

Suara rendahnya membuat mataku membesar, tapi dia mematikannya.

Dia pasti mematikannya karena ini hujan dan kami sudah selesai bicara. Meskipun sepertinya begitu, untuk beberapa alasan suasana hati Hino-kun memenuhi dadaku dengan perasaan gelisah.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected.

Options

not work with dark mode
Reset