Cinta yang Mengintai di Meja Makan

Aku bisa mendengar suara jangkrik bergema dari jendela ketika Aku menyusuri koridor ke kelas. Di halaman sekolah di bawah langit biru bersih, anggota klub baseball dan sepak bola bekerja keras saat latihan pagi mereka.

Liburan misum panas sudah berakhir dan semester sekolah baru sudah dimulai. Tapi gaya hidupku belum begitu berubah. Sebelumnya, aku bangun di pagi hari dan pergi ke rumah Hino-kun, tapi sekarang aku hanya pergi ke sekolah.

Hari ini, aku memegang makan siang Hino-kun yang kubuat dengan bangun lebih awal. Karena dia mengatakan dia tidak punya pekerjaan hari ini, aku akan pergi ke rumahnya sepulang sekolah untuk membuat makanan.

Kehidupan sehari-hariku belum begitu berubah, tapi meskipun sudah seminggu sejak liburan musim panas berakhir, aku tidak bisa menyingkirkan kejadian itu di akuarium sebelum pertunjukan lumba-lumba dari kepalaku.

Itu adalahh sebuah ketidaksengajaan, tanpa ragu. Kami hanya secara tak sengaja berbenturan dengan satu sama lain karena kami berdua sama-sama tak berhati-hati.

Tapi aku menjadi terlalu sadar akan Hino-kun. Aku tidak tahu bagaimana untuk menatapnya dan akhir-akhir ini aku merasa seakan aku tidak berbicara dengan sangat baik.

Aku kacau ketika kami berbicara kemarin dan ketika dia menatapku, aku bahkan merasa lebih kelimpungan.

Aku memasuki kelas dengan hembusan nafas, hanya untuk melihat Meina-chan dengan kebingungan yang mirip. Dia membaringkan wajahnya menghadap mejanya di dekat jendela.

“Pagi, Meina-chan. Ada apa…?” Aku dengan cepat berjalan ke arahnya dan bertanya.

Dia dengan perlahan mengangkat wajahnya, menampilkan betapa terlihat lelahnya dia dengan senyuman tak bertenaganya. “Pagi,” katanya sebelum mulai menjelaskan alasan dibalik kelesuan-nya, “Meskipun… aku memastikan untuk memeriksanya kemarin, tas Maki-kun hancur di atas bukit dan semua yang ada di tasnya berserakan di jalan… aku bisa membersihkan baju olahraganya, tapi tasnya benar-benar rusak…”

Aku melihat ke arah yang ditunjuk Meina-chan untuk melihat baju olahraga dengan “Maki” tertulis di atasnya dijemur di samping jendela.

Itu berkibar pada angin musim panas, tapi sepertinya dia tidak perlu khawatir tentang mengamankannya ke jendela agar tidak jatuh.

“Oh…”

“Meskipun Aku mencoba untuk memeriksanya… Apa yang harus kulakukan? Kami memiliki perjalanan lapangan semalam di akhir bulan,” Katanya dengan pandangan menerawang.

Di sisi lain, Maki-kun terlentang seperti seekor kucing, tidur di bangkunya dekat papan tulis.

“Kalau begitu bagaimana dengan pergi membeli tas baru sepulang sekolah?”

“Eh, a-ahh, itu juga bisa… Itu sebuah pilihan.”

“Kamu piket kebersihan kan, Meina-chan? Aku akan menggantikanmu.”

Bersih-bersih hanya tiga puluh menit, jadi itu tak akan menghentikanku membuat makan malam untuk Hino-kun. Maki-kun bisa berada dalam masalah lagi sembari menunggu Meina-chan, jadi akan lebih baik jika Aku yang bersih-bersih. Karena ada kemungkinan dia terluka lebih parah.

“Tapi…”

Meina-chan merenungkan usulanku. “Akan buruk kalau sesuatu terjadi saat dia menunggu,” Aku menunjuk Maki-kun dan melihat bahwa dia menatap ke sini.

Matanya kekurangan kelesuannya yang biasanya. Apa? Tapi begitu aku menyadarinya, itu menghilang. Saat selanjutnya, dia mengup dengan rasa lelah dan kembali berbaring di bangkunya. Aku tidak tahu apakah aku harus mengatakan sesuaty pada Meina-chan, tapi dia kelihatannya tidak menyadari perubahan sesaatnya.

“Oke… Kalau begitu kita harus bertukar… Aku benar-benar minta maaf, Mizuka-chan. Aku akan mengambil alih tugas kebersihan untukmu dua kali setelah ini!”

“Nggak usah, sekali saja nggak papa.”

Meina-chan kelihatannya sudah memutuskan. Dia terus menundukkan kepalanya padaku. Sembari aku mencoba menghentikannya, aku melirik pada Maki-kun untuk melihat dia masih berbaring.

…Apa itu? Apa itu imajinasiku? Untuk hanya sesaat, Maki-kun kelihatan hidup, seperti dia adalah orang normal, dan berterus terang yang tidak lemah sama sekali. Baiklah, dia hidup sebelum itu, tapi…

Meskipun mengulang pada diri sendiri bahwa itu hanyalah imajinasiku, aku tidak bisa menghentikan keraguan aneh memakan pikiranku ketika aku melanjutkan berbicara dengan Meina-chan.

Aku sedang mengumpulkan dedaunan yang gugur dari pohon dengan sapu lidi. Itu sepulang sekolah dan aku bertanggungjawab mengumpulkan daun jatuh untuk tugas kebersihan menggantikan Meina-chan.

Tapi mengumpulan daun-daun hijau seperti ini mengingatkanku pada menggoreng bayam dengan sendok kayu dan aku menjadi lapar.

Tapi itu masih terlalu panas untuk selera makan musim gugur. Meskipun beberapa daun jatuh dari pohon, aku masih bisa mendengar suara jangkrik dan cahaya matahari menyinari dari atas kuat dan mengiritasi kulitku.

Apa yang harus kulakukan dengan makan malamku karena cuacanya masih hangat sekali?

Rumah Hino-kun dingin dan nyaman karena dia punya pendingin udara yang bagus, tapi perbedaan suhu bisa membuatnya merasa tak enak badan.

Aku ingin membuat sesuatu yang bergizi, bagus untuk staminanya, dan itu akan memberinya banyak energi…

Sesuatu seperti shabu-shabu dingin… mungkin?

“Hey.”

Ketika aku sedang menatap dedaunan dan memikirkan menu malam ini, aku melihat sepasang pantofel bersih memasuki penglihatanku langsung ke sisiku.

Aku mengangkat kepalaku untuk melihat Sasaki-san berdiri di sana dengan senyuman. Berdasarkan pada urutan presensi kelas, dia harusnya tidak bertugas dalam tugas kebersihan.

“Sasaki-san?”

“Apa kamu punya waktu sekarang?”

“Oh, sebentar. Sekarang aku sedang bersih-bersih…”

“Nggak papa.”

Baru ketika aku menyadari suasana yang tak biasa, Sasaki-san menyambar lenganku dan menarikku pergi.

Setelah sesaat keterkejutan, dia mendorongku pada dinding di belakang sekolah.

“Woah–“

Aku terhuyung dan sapu yang kupegang terlepas dari tanganku. Suara kering sapu terjatuh bergema. Sebelum aku bisa mengambilnya, Sasaki-san menginjak sapu dengan seluruh kekuatannya.

“Karena dirimu, Yousuke mengabaikan semua pesanku.”

“Eh…”

Nada dinginnya membuatku tertegun. Tapi reaksiku kelihatannya membuatnya bahkan lebih marah ketika dia melotot padaku dengan tatapan tajam.

“Aku selalu marah mengenai itu… Lihat, bukankah kamu berjalan bersama Yousuke? Selama liburan musim panas. Di distrik perbelanjaan kamu dengan sengaja menyisakan beberapa jarak di antara kalian berdua. Dan akuarium juga… Kalian sebenarnya pergi ke sana bersama, kan?”

Di distrik perbelanjaan.

Sasaki-san pasti sudah melihat saat itu Hino-kun memanggilku ke sana, tanpa ragu. Dan karena dia melihat kami bersama di akuarium, itulah kenapa dia di sini sekarang.

…Tapi tunggu? Aku merasa seperti sesuatu tidak cocok. Ketika dia melihat kami bersama di akuarium, dia terlihat lebih terkejut daripada curiga.

Tidak, sekarang bukan saatnya untuk memikirkan ini. Pertama aku harus menyangkalnya-

“Hei, kalian punya hubungan semacam apa? Kamu nggak mungkin pacarnya, kan?”

“T-tentu saja tidak. K-kami hanya kebetulan bertemu…”

“Kalau begitu kenapa kalian berdua berjalan bersama? Kamu nggak perlu melakukannya.”

“Itu karena tujuan Hino-kun-“

“Apa? Ada apa denganku?”

Aku berputar ke arah suara baru yang memanggil Sasaki-san. Hino-kun berdiri di sana dengan ekspresi kosong.

Dia menghela nafas dan mendekat. Sasaki-san dengan cepat mengangkat kepalanya dan mengatakan, “Bukan apa-apa. Aku hanya berbincang kecil dengan Igarashi-san. Bukankah begitu?”

“I-iya.”

Sasaki-san berputar padaku dengan suara lembut namun matanya tak tersenyum sama sekali. Aku segera menyetujuinya. Dia mendekati Hino-kun dengan senyuman, seakan tak ada yang terjadi.

“Lebih pentingnya, apa yang kamu…”

“Lihat, bukankah kamu berjalan dengan Yousuke? Saat liburan musim panas. Di distrik perbelanjaan. Dan akuarium juga… Kamu sebenarnya pergi ke sana bersama, kan?”

Hino-kun meniru nada Sasaki-san. Tapi sepertinya dia tidak bercanda sama sekali, lebih seperti dia memaksakan sebuah mesin dengan suaranya untuk membacakan naskah.

Kata-kata itu adalah sesuatu yang ia katakan beberapa saar lalu, jadi Hino-kun pasti sudah mendengarkan percakapan kami selama beberapa saat.

“…Kamu membicarakan tentang hubunganku dengan Igarashi-san, kan?”

Tatapan Hino-kun terarah pada Sasaki-san, tak mampu menyembunyikan suasana hatinya yang buruk. Ini adalah pertama kalinya aku melihat ekspresi semacam itu dari dia, dan aku terkesiap.

“K-kamu salah. Aku nggak mengatakannya. Benarkan, Igarashi-san? Aku tidak mengatakannya, kan?”

“Apa kamu berniat membuat Igarashi-san untuk bohong lagi? Aku sudah mengatakannya sebelumnya di akuarium. Sikapmu terhadapnya itu buruk, jadi hentikanlah.”

“Tapi–“

“Bukankah Aku sudah mengatakannya? Bukankah aku memberitahumu untuk tidak mengatakan hal tidak sopan seperti dia yang biasa saja atau kami tidak cocok?”

“T-tapi, saat itu, Igarashi-san…”

“Bukankah Aku sudah mengatakannya?”

Dia terus mengulang itu seperti kaset rusak sampai Sasaki-san mengangguk dalam diam. Dan dia mulai tertawa.

“Hahahaha! Aku sudah mengatakannya. Aku sudah bilang. Berkali-kali!”

Mulutnya melengkung membentuk sudut indah dan matanya menyipit.

Tapi suaranya sedingin es, dan dia terlihat seperti orang yang benar-benar berbeda dari Hino-kun yang biasanya. Itu membuatku terkejut.

“Aku sudah bilang.”

Ekspresi Hino-kun langsung menghilang. Sasaki-san dengan takut menggelengkan kepalanya berkali-kali dan terus meminta maaf, tapi dia hanya menunduk melihatnya dan mengatakan, “Jangan meminta maaf padaku, tapi mulai sekarang, jangan lakukan apapun pada Igarashi-san. Jangan bicara padanya, bahkan kalau guru yang memintamu. Jangan berhubungan dengannya dan jangan memanfaatkannya secara tak langsung untuk apapun.”

“A-aku paham…”

“Aku benar-benar membenci hal seperti ini, jadi makasih.”

Setelah mengatakan itu, Hino-kun langsung berbalik padaku. Ekspresi dinginnya sebelumnya berubah jadi tersenyum dan dia berbicara padaku dengan suara cerah.

“Kalau begitu, haruskah kita pergi, Igarashi-san? Aku datang ke sini untuk memberitahumu bahwa guru menanyakanmu. Kalau kita nggak ke sana, maka guru akan marah padaku.”

Sepertinya Hino-kun bahkan tidak bisa melihat Sasaki-san lahi. Meskipun dia hanya mengetuk bahuku dengan ringan, itu terasa seakan dia menolak Sasaki-san sepenuhnya.

“Ayo, Igarashi-san. Guru membutuhkanmu.”

Aku mengikuti Hino-kun seperti yang dia minta. Setelah berjalan dalam keheningan selama beberapa saat, kami berbelok di sudut di koridor sekolah dan dia berhenti bergerak.

“Maaf, Igarashi-san.”

“Eh?”

Aku mengangkat kepalaku terhadap nada yang tak terduga dan melihat Hino-kun dengan ekspresi seperti dia hampir menangis.

Itu adalah ekspresi yang sama dengan saat itu di akuarium. Dia terlihat seperti dia terluka dengan dalam, seakan dia kecewa karena aku dijelek-jelekkan. Rasa sakit di matanya menusuk hatiku dan aku dengan tak sadar meletakkan tanganku di bahunya.

“Hino-kun…”

“Maaf. Karena diriku, kamu harus menahan saat dia mengatakan hal buruk tentangmu…”

“Aku tidak masalah sama sekali. Aku benar-benar baik-baik saja.”

“Aku nggak baik-baik saja sama sekali… Aku tidak bisa melindungimu. Dan aku marah banget bahwa aku mengatakan hal-hal buruk dan menakutimu… Ini yang paling buruk…”

Hino-kun mengubur wajahnya di bahuku, sama seperti saat di akuarium. Dia membungkuskan lengannya ke punggungku seperti dia menempel padaku dan aku mengusap punggungnya dengan gugup.

“Aku nggak bisa melakukan apapun dengan baik… Kupikir itu nggak masalah tentang apa yang harus kulakukan. Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaanku saat kamu terluka. Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku. Apa sih yang terjadi denganku? Ini menyakitkan.”

Dia dengan cepat menggerakkan tangannya di punggungku sebelum melepasnya. Melalui sela-sela rambutnya, aku hampir tidak bisa melihat iris mata temaramnya yang sangat sedih.

“Hino-ku…”

“Kalau begitu, sampai jumpa di rumahku.”

Sosok Hino-kun tersenyum dan berjalan menjauh memberiku kesan bahwa senja akan mencurinya. Meskipun Aku memiliki perasaan bahwa dia harusnya tidak ditinggalkan sendirian, Aku merasa seakan kakiku dijahit ke tanah dan aku tidak bisa bergerak dari titik itu.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected.

Options

not work with dark mode
Reset