Aku berjalan melewai distrik perbelanjaan yang berisi dengan toko yang tutup, dan matahari sore di belakangku.
Ini seminggu setelah Aku membantu Hino-kun dengan pekerjaannya… seminggu setelah jantungku hampir berhenti. Aku berjalan melalui distrik perbelanjaan yang sepi karena ini adalah Obon.
Hino-kun sibuk dengan pekerjaan sejak pagi ini, jadi Aku pergi berbelanja keluar. Tapi Aku ditemui oleh pintu-pintu yang tertutup dan spanduk yang dipasang. Distrik perbelanjaannya memiliki sedikit suasana sepi.
Bahkan suara jangkrik terdengar lebih sunyi dari sebelumnya.
Tapi tidak semua toko tutup. Di antara toko yang buka, Aku bisa membeli beberapa makanan kaleng lebih murah daripada di supermarket. Aku mengatur ulang peganganku pada tas yang berat dan menatap sekelilingku.
Langitnya berwarna merah dan meskipun biasanya ada orang-orang keluar membeli bahan untuk makan malam dan anak-anak bermain dalam perjalanan pulang mereka, hari ini hampir tidak ada siapapun. Ke titik dimana Aku bahkan tidak bisa mendengar langkah kaki.
Pengeras suara yang biasanya memutar musik pop menyenangkan sekarang memutar nada klasikal yang terdengar sedih, membuatnya terasa seperti Aku melangkah ke dunia yang berbeda.
Distrik perbelanjaan yang biasanya begitu kukenali memberiku perasaan gelisah saat Aku melihat ke sekitar. Kemudian, ponselku mulai bergetar di saku-ku.
Aku melihat nama Hino-kun ketika Aku menatap layarku. Setelah merenung sebentar kenapa dia menelpon, Aku mengetuk tombol jawab. Suaranya lebih rendah dari biasanya.
“Igarashi-san?”
“Y-ya. Ini Aku.”
“Hahaha, bagus. Aku sedang berjalan pulang dari tempat kerja ketika Aku berpikir Aku ingin mendengar suaramu.”
Tolong jangan mengatakan sesuatu seperti itu. Hatiku tertekan. Mungkin itu adalah sesuatu yang dia pelajari di dunia hiburan. Itu buruk untuk jantungku…
“O-oke?”
“Hehe. Hei, Igarashi-san bisakah kamu menengok ke belakang sebentar?”
“Belakangku?”
“Yep. Cepatlah.”
Aku dengan cepat berbalik untuk melihat Hino-kun berdiri beberaa jarak, memegang ponselnya ke telinganya seperti diriku. Dia tersenyum tanpa penyamaran. Apa yang dia lakukan di sini?
“Aku menemukanmu.”
Hino-kun dengan perlahan berjalan maju sampai dia berada tepat di depanku. Dia mengantungi ponselnya sebelum menyambar tas berisi makanan kalengku.
“Kamu mau pulang, kan? Aku akan membawa tasmu. Ini kelihatan berat.”
Hino-kun mulai berjalan tanpa menunggu responku. Aku mengejarnya tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi.
◇
“D-duduklah di sini. Aku akan segera menuangkan tehnya,” kataku pada Hino-kun di ruang tamuku sebelum berlari ke dapur.
Dia tidak pernah melepaskan tas tas dalam perjalanan ke sini, mengatakan, “Aku ingin berterimakasih padamu untuk semua yang kamu lakukan, jadi biarkan Aku paling tidak melakukan ini.”
Dan karena dia berakhir dengan membawa semuanya sepanjang jalan ke rumahku, Aku mengundangnya masuk untuk minum teh.
Tiba-tiba Hino-kun berada di ruang tamuku, yang belakangan ini hanya kutempati saat pagi dan malam. Ini adalah rasa yang aneh. Dia duduk di sofa dan menatap ke sekeliling ruangan. Berjajar di dinding adalah cinderamata dari tempat-tempat yang dikunjungi orang tuaku di luar negeri. Barang-barang seperti boneka mewah dengan sejenis motif diatasnya, dan jimat kayu. Dia pasti penasaran karena itu memiliki suasana unik.
Ketika Aku sedang menuangkan teh, Aku bertanya padanya pertanyaan yang telah menggangguku.
“Hei, Hino-kun. Kenapa kamu ada di diatrik perbelanjaan?”
“Pemotretanku tak jauh dari sini. Aku sudah pernah ke distrik perbelanjaan sebelumnya dan ketika Aku mendengar musik melalui ponsel, Aku mencari-cari sedikit dan menemukanmu.”
“Baiklah…”
Aku mengeluarkan ceret teh jelai dari lemari pendingin dan menuangkannya ke gelas. Cairan cokelat mengkilap ketika Aku menyerahkannya pada Hino-kun, yang mengambilnya dengan senyuman dan sebuah kata, “Makasih,” sebelum meminumnya.
Aku memeriksa ponsel untuk melihat bahwa ini tepat pukul 3.30 sore. Ini terlalu awal untuk makan malam. Tapi ini adalah saat setelah belerja bagi dia, jadi ada kemungkinan Hino-kun lapar. Mungkin Aku bisa… bertanya padanya apakah dia ingin cemilan malam? Dengan begitu Aku juga bisa balik membayarnya karena membawakan tasku.
“Um, uh. Apa kamu lapar, Hino-kun? Kalau kamu mau, bisakah kita makan makanan ringan bersama?” Aku dengan gugup bertanya padanya.
“Sungguh?” tanyanya, matanya cerah membuatku benar-benar bahagia melihatnya begitu gembira bahkan sebelum Aku membuatnya.
“Tentu saja. Aku akan membuatnya sekarang juga.”
Ketika Aku mulai membuat makanan ringan, Aku mendengar pengiriman surat ke dalam kotak surat di pintu masuk.
Kotak surat rumah kami lumayan keras, jadi Aku berpikir untuk menggantinya… tapi karena orang tuaku berada di luar negeri, Aku terjebak dengan yang satu ini.
Aku memeriksa kotak surat itu setelah mengatakan sesuatu pada Hino-kun dan menemukan sebuah surat pemberitahuan inspeksi dari perusahaan air.
Sepertinya airnya akan dimatikan sebentar untuk inspeksi tahunan.
Itu tidak masalah karena mereka tidak perlu masuk rumah, tapi Aku tidak akan bisa menggunakan air. …Atau begitulah yang tertulis di sana.
“…Tunggu.”
Tapi, itu aneh. Inspeksinya harusnya sudah dilaksanakan di hari orang tuaku pergi ke luar negeri.
Seseorang dari perusahaan air bahkan berkunjung. Dia memakai topi jadi Aku tidak bisa benar-benar melihat wajahnya, tapi dia memakai seragam dan memegang kotak peralatan.
Dia adalah orang baik yang bahkan menyebutkan bahwa Aku bisa pergi membantu orang tuaku karena dia tahu mereka harus segera pergi.
Tapi dituliskan di sini adalah sebuah pemberitahuan untuk inspeksi tahunan. Kenapa mereka menginspeksi lagi dengan begitu cepat…?
“Ada apa?”
“Wah–“
Aku memalingkan kepalaku untuk melihat Hino-kun sudah berpindah di sampingku entah kapan. “Apakah itu kartu pos?” Tanya dia, menatap pemberitahuan dengan kepala dimirinkan.
“Aku bertanya-tanya kenapa ada inspeksi lain meski mereka sudah datang di musim semi. Meskipun katanya tahunan…”
“Baiklah. Apa mereka masuk ke rumahmu di musim semi?”
“Iya. Kelihatannya mereka memeriksa semuanya…”
“Kalau begitu itu mungkin berbeda. Tertulis di sini bahwa mereka akan mematikan air mu, tapi itu tidak terjadi di musim semi, kan?”
“Iya. Aku bisa memakai air.”
“Kalau begitu itu adalah inspeksi peralatan individu. Tapi ada orang-orang yang memakai penyamaran untuk masuk ke rumah orang, jadi berhati-hatilah mulai dari sekarang.”
“Eh, benarkah…?”
Aku sedang bersama orang tuaku saat itu, tapi itu mungkin akan berbahaya jika Aku sendirian. Buku tabungan di rumahku atau yang lainnya mungkin telah dicuri…
“Kalau sudah ada inspeksi di musim semi, maka yang selanjutnya mereka akan mematikan air. Meski, itu mungkin akan buruk jika mereka harus datang lagi di musim gugur. Tapi Aku juga punya inspeksi air di musim semi, dan nggak ada yang dicuri darimu, kan?
Benar bahwa tak ada yang dicuri, jadi dia mungkin benar. Kegugupanku tadi menghilang.
Setelah Aku berterimakasih padanya, dia mengatakan, “Maaf, bolehkah Aku memakai kamar kecil?” dan berbalik ke arah kamar mandi.
“Tentu, silahkan. Aku akan membuat makanan ringannya sekarang,” Kataku dan pergi ke dapur.
Ketika Aku sedang mencuci tanganku untuk mulai membuat makanan ringan kami-lah bahwa Aku menyadari sesuatu yang penting.
Aku tidak pernah memberitahu Hino-kun dimana letak kamar kecil kami.
Aku dengan cepat meninggalkan dapur dan melihat sandal yang kupinjamkan padanya berjajar di luar pintu kamar mandi. Aku dengan cepat memutar tumitku.
…….Apa?
Aku bertanya-tanya kenapa Hino-kun tahu dimana kamar mandinya.
Dia menuju ke arah yang benar, tapi pintunya seharusnya tidak sebegitu mudah untuk dipahami.
Ayahku memilihnya karena beliau tidak ingin itu mudah dilihat, tapi itu selalu menyebabkan masalah untuk tamu karena mereka tidak tahu harus pergi ke mana.
Tidak apa-apa. Aku sudah pernah melihat “Dibuat berdasar pesanan!” Untuk sesuatu seperti itu sebelumnya.
Aku kembali ke dapur, suasana hati pulih.
◇
Aku memecahkan telur dan menambahi isinya ke sebuah mangkuk, mencampurnya dengann susu, gula, dan matcha.
Ketika cairannya selesai tercampur tanpa gumpalan, Aku menyelesaikan bagian cairan untuk makanan ringan hari ini – roti panggang matcha
Aku bisa membuatnya dengan roti sarapan atau roti prancis, tapi Aku perlu mengurangi kalorinya. Aku berjalan ke rak berisi semua makanan kering kamu dan mengeluarkan se-tas yaki-fu, bintang hidangan.
Hari ini Aku akan menggunakan yaki-fu bukannya roti untuk membuat roti panggang.
Aku mencelupkan yaki-fu nya ke dalam campuran roti panggang dan menekannya selama beberapa saat dengan sumpit. Ketika Aku mengangkatnya, warna pucat itu berwarna matcha yang indah.
“Baiklah, Aku selesai merendamnya.”
Aku memanaskan wajan untuk meratakan minyak dan menambahkan sedikit saja campuran roti panggang. Setelah mengatur waktunya, Aku dengan berhati-hati menjajarkan yaki-fu.
Aku menunggunya berubah keemasan sebelum Aku membaliknya. Itu selesai ketika kedua sisinya berwarna keemasan yang indah.
Aku dengan hati-hati menata di atas piring dan menuangkan madu yang sedikit gelap. Aku menambahkan beberapa kinako di atasnya dan menambahkan kacang adzuki dan es krim susu kedelai vanila yang sudah kusiapkan sebelumnya.
“Oh, selesai?”
Jantungku melompat terhadap suara itu. Hino-kun sudah muncul di sampingku sejak entah kapan dan dia mengistirahatkan dagunya di atas bahuku.
Aku tidak tahu kapan dia ke sampingku. Orang tuaku sering memperingatkanku untuk hati-hati karena Aku begitu fokus saat memasak, tapi Aku belum melakukannya sampai sekarang.
“Kamu menyajikannya persis seperti yang akan disajikan restoran! Itu akan sia-sia untuk merusaknya… Tapu itu juga akan sia-sia kalau Aku mem-fotonya dan itu akan mendingin. Atau es krim-nya meleleh. Aku tidak tahu apakah Aku harus mem-vidionya…?”
“A-aku bisa membuat ini lagi. Aku akan mencoba yang terbaik untuk menyajikannya seperi ini juga lain kali.”
“Yay! Bolehkah Aku membawanya?”
“Tolong… Makasih.”
“Serahkan padaku,” kata Hino-kun dan membawa roti panggang tersebut ke meja ruang makan. Kami duduk berseberangan satu sama lain, menangkupkan tangan kami, dan dia mulai memakan dengan senyum lebar.
“Rasa hangat dan dinginnya enak sekali! Kamu luar biasa, Igarashi-san…! Es krim-nya cocok sekali,” kata Hino-kun tanpa jeda.
Di atas itu semua, dia kelihatan menyukainya. Dia makan seakan dia benar-benar menganggapnya enak. Aku hampir tidak bisa mempercayai saat itu ketika Aku melihatnya makan di kantin.
“Es krim adzuki ini juga sangat enak. Igarashi-san, Aku ingat kamu membuat dan meninggalkan sorbet yogurt dan raspberry dan itu… di rumahku.”
“Oh, kamu sudah makan itu.”
Belakangan ini Aku selalu mencoba yang terbaik untuk membuatnya mendapatkankan sebanyak mungkin nutrisi, jadi Aku membuatkannya es krim buah.
Musim panas adalah musim yang sempurna untuk itu dan meskipun dia makan banyak, itu lebih baik untuk memakan beberapa makanan ringan bernutrisi.
“Itu juga enak… Rasa setelah mandi benar-benar berbeda. Aku tidak merasa mandiku berguna untuk hal apapun selain mandi, tapi sekarang Aku menantikan makan es krim-mu setelahnya. Makasih banyak.”
“Tidak masalah. Aku hanya senang kamu bahagia. Aku akan membuatnya lagi. Kamu mengharapkan rasa apa?”
“Hmm, Aku nggak tahu. Aku suka semua yang kamu buat… Haha, Aku benar-benar nggak bisa hidup tanpamu.”
Kupikir Hino-kun itu licik. Tapi itu karena dia terlalu pintar dalam berkomunikasi. Jika Aku tidak memikirkannya, dadaku akan mulai sakit.
Ketika Aku memegang cangkirku untuk menenangkan diri, dia mulai berbicara secara fakta.
“Kalau kamu membenciku, maka kamu bisa membunuhku.”
“Eh…”
“Aku mengatakannya sebelumnya, kan? Saat itu Aku serius.”
Waktu seakan berhenti ketika Aku mengunci mata dengannya.
Mata itu lagi. Mata gelap yang seakan menelanku. Menatap mata itu bahkan membuatku bertanya-tanya dimana diriku.
Aku berpaling dalam keterkejutan, tapi dia tertawa dan berkata, “Jangan berpaling. Kamu harus menatapku dengan benar.”
Hino-kun memeletkan lidahnya dalam kenakalan sebelum dia melanjutkan makan roti panggang-nya. Aku masih bingung dengan perubahannya, tapi melanjutkan menggerakkan garpuku juga.
◇
Setelah kami menyelesaikan makanan ringan kami, Hino-kun meletakkan garpunya dan menangkupkan tangannya dengan rasa puas.
“Terimakasih makanannya, Igarashi-san. Ini juga rasanya luar biasa. Makasih.”
“Sama-sama.”
“Kamu sungguh, benar-benar yang terbaik. Ini luar biasa bagaimana kamu bahkan bisa membuat makanan ringan yang enak. Aku nggak pernah peduli dengan makanan manis sebelum ini, tapi setelah memakan makanan ringanmu, Aku menyukai makanan manis.”
Hino-kun tidak begitu menyukai makanan manis sebelumnya…
Jadi, Aku bisa memperluas palet makanannya. Aku senang sekali. Ketika Aku merasa lega dan bahagia, Aku melihat Hino-kun meletakkan tangannya di saku seperti dia baru saja mengingat sesuatu.
“Hei, apa kamu punya waktu besok?”
“Iya, aku punya waktu.”
“Kalau begitu, ayo ke sini bersama?:
Dia mengeluarkan tiket untuk akuarium.
Aku tidak bisa menolak setelah baru saja Aku mengatakan Aku punya waktu. Saat Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, dia menatapku dengan mata memohon.
“Ada apa? Yang harus kamu lakukan hanyalah pergi denganku.”
“Um…”
“Kumohon. Satu-satunya perempuan yang dekat denganku adalah kamu. Aku nggak bisa pergi sendirian, Aku nggak punya saudari, dan Aku bahkan nggak punya kerabat perempuan. …Dan Aku hanya ingin memintamu. Ini adalah drama pertamaku dan aku benar-benar ingin berhasil… Tolonglah…!” Kata dia dan membungkuk. Aku mencoba membuatnya berdiri dalam kepanikan.
Dia mengatakan ini karena dramanya. Aku tidak punya alasan untuk menolak karena sedikit rasa malu dan jantungku berdetak seperti menggila.
“Oke. Aku paham. Ayo. Ayo pergi bersama.”
“Kamu berjanji?”
Suara Hino-kun yang agak monoton seperti bergema. Dia kelihatannya tidak akan mengangkat kepalanya. Meskipun suasana yanh sedikit berbeda ini membuatku bingung, Aku meyakinkan dia dengan, “Aku janji.”
“Makasih, Igarashi-san.”
Dia langsung mengangkat kepalanya. Apa yang harusnya adalah sebuah ekpresi gelisah pada bagiannya terganti dengan ekspresi damai. Aku mengangguk sedikit, memiliki perasaan bahwa Aku menyebabkan sesuatu yang tak bisa diubah karena perubahannya yang tiba-tiba.