Cinta yang Mengintai di Meja Makan

Setelah selesai memotong bawang hijau, Aku mendongak dari talenan.

Aku melihat Hino-kun duduk di sofa, dengan semangat mempelajari sesuatu dalam sebuah majalah.

Sudah seminggu sejak liburan musim panas dimulai. Aku selalu pergi ke rumah Hino-kun setiap harinya untuk membuat makan siang dan makan malam.

Pagi pertama pada liburan musim panas, seelah dia mengundangku ke rumahnya, dia mengirimkan sebuah pesan bertuliskan, “Aku akan sibuk besok siang, tapi Aku akan kembali di sore hari dengan kue.” Dan suasana umum itu berlanjut tanpa jeda sejak saat itu.

Aku pergi ke rumahnya di pagi hari, dan kemudian kami menonton drama atau film bersama, kemudian kami makan siang dan mengerjakan PR musim panas bersama, sebelum akhirnya makan malam, hari demi hari.

Dan hari ini juga, Aku membuat makan malam di rumahnya.

Hari ini aku membuat makanan China. Siomay kubis Mabo, brokoli, dan jamur enoki dengan pasta kacang merah, namul dengan saus wijen, sup miso dengan telur tiram, dan tahu rasa aprikot.

Aku menambahkan potongan bawang hijau, minyak wijen, dan jahe ke dalam wajan dan mulai memasak.

Ketika saatnya tepat, Aku menambahkan saus kacang dan memasukkan terong. Aroma tajam dari daun bawang, jahe dan saus kacang yang dipanaskan langsung menguar dengan uap putih.

Kemudian setelah menggorengnya sebentar, Aku membaliknya, dan mendidihkannya perlahan sebelum meletakkan isinya ke sebuah piring besar untuk mendinginkannya.

Itu melengkapi pasta kacangnya. Itu sederhana, tapi karena itu bukan hidangan utama, lebih baik sederhana.

Aku harus mempersiapkan luarnya sembari itu mendingin.

Aku memotong kubisnya berbentuk lajur, membungkusnya, dan memasaknya dalam microwave sebentar. Itu akan dikukus lagi nanti, jadi Aku tidak ingin terlalu mengubah teksturnya.

Aku merendam kubis ke dalam air es agar tidak matang dengan sisa rasa panas.

Selanjutnya adalah isian daging utama. Aku memasukkan daging cincang, potongan bawang, rebung , dan pasta mapo kacang dingin ke dalam sebuah panci. Aku mencampurkannya dengan baik sebelum menambahkan sedikit saus tomat. Kemudian Aku menambahkan garam dan lada untuk perasa, menyelesaikan isiannya.

Aku membungkusnya di dalam kubis yang dikeringkan untuk membuat siomay. Aku memasukkan siomay itu ke dalam pengukus dan berencana menyalakan kompor begitu selesai, sebelum Aku menyadari Hino-kun berekspresi muram.

“Apa ada sesuatu yang salah, Hino-kun…? Apa perutmu sakit? Hipertermia?”

“Ahaha, kamu nggak pernah berubah, Igarashi-san…”

Dia tertawa, tapi dia pucat. Aku dengan cepat mencuci tanganku dan mendekat padanya. Dia dengan lemah menutup matanya dan berkata, “Sebenarnya Aku khawatir tentang sesuatu, Aku terjebak dalam hal pekerjaan.”

“Kamu khawatir tentang pekerjaan…?”

Jika begitu masalahnya, maka Aku tidak berpikir Aku akan berguna.

Jika dia merasa sakit, Aku bisa menemukan rumah sakit atau melakukan hal lain untuk membantunya, tapi jika ini mengenai pekerjaannya, Aku tidak bisa membantu sama sekali. Aku bisa hanya mendengarkannya, tapi apa itu akan membantu sama sekali?

Ketika Aku mengkhawatirkan tentang apa yang harus dilakukan, dia meletakkan majalahnya di atas meja. Di halamannya adalah fitur khusus romantis dengan daftar tempat dan foto-foto kencan.

“Dramanya romantis, tapi… Karena Aku belum pernah berada dalam suatu hubungan sebelumnya, Aku tidak sepenuhnya memahaminya.”

“Eh–“

Aku sepenuhnya tidak mendengar kata-kata Hino-kun setelah pernyataan eksplosif-nya. Dia tidak pernah mengencani siapapun sebelumnya?

Aku bertanya-tanya apakah ini seperti… karena dia sibuk sekali dengan pekerjaan, dia tidak pernah punya waktu untuk sebuah hubungan?

Atau mungkin bisa saja dia terlalu keren bahwa tidak ada yang mendekat… mustahil. Dia selalu dikelilingi oleh orang-orang. Atau mungkin dia mencintai seseorang untuk waktu yang lama…? Tapi melihat betapa tenangnya dia, sepertinya tidak seperti itu.

“Aku baru dalam hal akting, dan Aku nggak bisa saja bertemu dengan seseorang untuk memainkan peran lain dan berlatih dengan mereka, kan? Itu akan langsung diunggah ke internet.”

“Aku mengerti…”

Apa mereka bisa bertemu di tempat kerja untuk berlatih disana tanpa tersebarnya gosip? Bukankah syuting drama biasanya menyangkut berlatih…?

Ketika Aku terjebak berteori dan dia merenungkan apa yang akan baik, dia berpaling padaku dengan suara cerah.

“Aku tahu! Igarashi-san, bisakah kamu pergi denganku untuk berlatih?”

“Eh?”

“Kamu bisa menjadi partner berlatihku! Aku rasa Aku bisa tampil baik jika itu adalah dirimu! Karena kita selalu bersama!”

Aku bisa menjadi partner berlatihnya…?

“Tidak mungkin, itu mustahil. Aku ada seorang pemula besar. Aku nggak bisa. Aku belum pernah mengencani siapapun sebelumnya, dan Aku bahkan belum pernah punya orang yang kusukai sebelumnya…!”

“Nggak papa kalau kamu cuma berdiri di sana. Aku hanya memerlukan seseorang disana sembari Aku bepikir. Aku akan membayarmu dengan benar. …Kumohon?”

Aku menggelengkan kepalaku dan sebelum Aku mengetahuinya, Hino-kun berdiri. Aku menggenggam pergelangan tanganku dengan menyesal dan mendongak menatapnya.

“Aku mohon padamu. Igarashi-san… kumohon?”

Dadaku tertekan terhadap matanya yang memohon kekanakan.

…Aku ingin membantunya. Aku selalu membuatkannya makanan, tapi dia selalu memberiku uang dengan jumlah yang tak masuk akal…

“Aku tidak butuh uang, tapi… Um, Aku benar-benar tidak bisa melakukan apapun selain berdiri di sana, tapi apakah itu tidak masalah…? Mungkin… Nggak, jelas Aku berpikir bahwa manekin akan lebih baik. Oh, k-kamu bisa mengambil uang yang akan kamu bayarkan padaku untuk mendapat ma-“

“Nggak. Nggak papa. Kalau kamu di sampingku, Aku nggak membutuhkan yang lainnya. Justru, hal lainnya akan menjadi gangguan.

Aku menghentikan diriku membiarkan kata-kata tersebut masuk ke hatiku. Kalau Aku melakukannya, maka Aku mungkin akan menyalahpahami dia.

Berhenti. Tidak ada arti di balik kata-kata Hino-kun barusan.

Itu seperti, jika dia punya microwave, dia tidak butuh yang lainnya! Itu tidak akan masalah jika dia hanya memiliki satu microwave mulai besok! Itu sama denganku ketika Aku berada dalam daftar nama. Dia tidak bermaksud apa-apa dengan itu.

“Kalau begitu berdirilah di sana.”

Setelah Aku menstabilkan nafasku, Hino-kun mendesakku di depan cermin. Ketika Aku berdiri di depan cermin besar, dia berdiri di belakangku dan menyentuh bahuku.

“Untuk berlatih, apakah tidak apa-apa kalau Aku menyentuh lengan dan tanganmu…?”

“S- si- silahkan.”

“Makasih.”

Bisikan rendahnya pada jarak yang dekat seperti itu membuat bahuku naik. Aku bisa menghirup sup herbal yang lembut. Itu mungkin – pastinya – wanginya Hino-kun. Kami sedekat itu bahwa Aku bisa menciumnya. Bukankah ini adalah sebuah bu-

“Aku mencintaimu. Tetaplah berada di sisiku selamanya.”

T/N: Hahah gue kaget ini woey..

Suara manisnya membuatku ingin melompat menjauh. Aku tidak bisa berbalik begitu Aku merasakan nafasnya di leherku. Aku dengan takut melihat ke cermin untuk melihat Hino-kun memelukku dari belakang. Ketika Aku mencoba bergerak dan menghilang, dia menggunakan tekanan pada pergelangan tanganku yang ditangkap dan mempersempit jarak.

“…Hei, Igarashi-san. Apakah benar ketika kamu mengatakan kamu belum pernah menyukai cowok sebelum ini?”

“E-eh, Hi-Hino-kun?”

Apakah ini latihan akting? Kenapa dia bertanya itu padaku…?

Matanya menatap lurus padaku melalui cermin ketika dia menggenggam tanganku saat Aku mencoba bergerak. Kelihatannya dia tidak bercanda, jadi Aku mengangguk berkali-kali.

“Benarkah?”

“Iya. Lebih seperti, um, Aku nggak pernah punya ketertarikan, semua yang kupedulikan adalah membuat makanan enak-“

“Hmmm…”

Aku memejamkan mataku ketika Hino-kun perlahan memilin jari jemarinya dengan jariku. Dia mengistirahatkan dagunya di atas bahuku dan Aku tidak bisa bergerak lagi. Bibirnya sedikit menyentuh leherku. Kami berdiam seperti itu untuk waktu yang terasa seperti keabadian.

“Kalau begitu apa tipemu? Kamu ingin keluar main dengan Orang seperti apa?”

Dia bertanya padaku dalam runtutan cepat. Aku tidak pernah memikirkan itu sebelumnya, jadi Aku tidak tahu. Aku menonton di TV dan majalah untuk memasak, tapi tak pernah melihatnya untuk aktor favoritku. Aku hampir tidak tahu nama-nama mereka.

“A-aku tidak punya…”

“Kalau begitu apa kamu ingin menikah dengan seseorang? Siapa yang ingin kamu nikahi?”

“A-aku nggak tahu.”

Aku tidak tahu apakah Hino-kun percaya dengan jawabanku atau tidak. Dia bergumam dengan suara rendah.

“…Aku juga nggak tahu apakah harus memborgolmu disini atau sesuatu.”

“Eh…? Woah–“

Mataku terbuka pada pernyataannya yang mengejutkan, hanya untuk melihat wajahnya jauh lebih dekat dari yang pernah kubayangkan. Aku melangkah mundur, tapi dia membelitkan lengangannya di sekeliling pinggangku dan membawaku lebih dekat.

“Um, Hi-Hino-kun?”

“Kupikir kekasih harus sebegini dekat satu sama lain.”

Aku bisa melihat ekspresi Hino-kun jauh lebih dekat dari pada sebelumnya. Matanya gelap dan terasa seakan itu menghisapku ke dalam. Aku bisa melihat detail kulitnya, tapi ketika Aku mencoba berpaling, dia memegang tanganku dan membuatnya sulit untuk bergerak.

“Kamu punya bulu mata yang sangat panjang, Igarashi-san.”

“K-kamu juga, H-Hino-kun.”

“Benarkah? Mau membandingkannya?”

“M-membandingkan!?”

“Aku yakin kamu paham… Kita harus lebih dekat untuk itu.”

Wajahnya bahkan lebih dekat, ke titik dimana hidung kami nyaris bersentuhan. Ketika Aku berpaling kali ini, dia menggerakkan lengannya di sekitar pinggangku sampai punggungku, seakan dia memelukku dari depan.

“Aku nggak bisa berlatih kalau kamu berbalik.”

“O-oke.”

Kupikir jantungku akan berhenti, tapi Aku mencoba yang terbaik untuk menatap mata Hino-kun.

Ini adalah pekerjaan. Ini bukan saatnya kebingungan. Aku harus berguna untuknya.

“Makasih, Igarashi-san…”

Senyum itu terasa sepenuhnya berbeda dari saat dia memakan bekalku. Aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dadaku sakit. Aku bertanya-tanya, berapa banyak waktu terlewat seperti ini?

“Wajahmu benar-benar merah…”

“Eh, k-karena Aku gugup jadi jantungku tertekan selarang ini, seperti Aku akan mati.”

“Bukankah itu rasanya cinta?”

“A-apa?”

“Aku pernah membaca beberapa buku bahwa saat kamu berada di hadapan orang yang kamu sukai, jantungmu berdetak kencang dan wajahmu memanas. Jadi bagaimana dengan sekarang? Apa perasaanmu, Igarashi-san? Apa Aku membuat jantungmu berdetak kencang?”

T/N: pertanyaan yg bikin mleyot😶

“A-aku nggak tahu. Ini bisa saja Aku malu karena dilihat sedekat ini dan bukan karena s-suka,” Aku mengeluarkan suara bergetar.

Hino-kun menyipitkan matanya. Akhirnya, dia mundur dariku dan mengetuk bahuku.

“Baiklah… Ini dia. Makasih. Berkatmu, Aku merasa Aku sepertinya bisa melakukan yang terbaik di tempat kerja.”

“S-sama-sama…”

Wajahku terlalu hangat. Aku berjalan menjauh dari Hino-kun dan mengambil nafas dalam, merasa lega terhadap udara segar. Aku gugup sekali bahwa Aku menahan nafasku. Udara dinginnya menyegarkan.

Ketika Aku mengulangi bernafas dalam selama beberapa saat, dia mulai membersihkan meja. Kemudian dia berbalik padaku.

“Lain kali ayo pergi ke akuarium.”

“Eh?”

“Aku ingin berlatih akting lagi, seperti hari ini.”

Hino-kun menatapku dengan mata memohon.

Oh tidak. Aku hampir mati barusan, dan Aku tidak membantunya seperti itu.

“Nggak? Igarashi-san. Apa kamu… nggak suka pergi denganku?”

Aku berpikir tentang menolaknya, tapi Aku akan merasa terlalu bersalah menolaknya ketika dia menatapku seperti itu. Aku menemukan Aku tidak bisa merespon ketika pengatur waktu dapur berbunyi dengan waktu yang ajaib.

“Oh, siomay-nya selesai, jadi, dadah-“

Aku mengangkat tangan dan bergegas. Itu buruk. Itu benar-benar buruk. Aku harus memikirkan makanan untuk menenangkan diri.

Aku membuka pengukus untuk mengeluarkan keteganganku, bau rempah-rempah keluar dengan uap. Kubisnya cerah dan Aku perkirakan itu renyah.

Ketika Aku mengambil satu dan memotongnya dengan sumpit, saus daging yang kental mengalir dengan aroma mapo. Bagus. Itulah yang ku inginkan. Itu terlihat enak. Itu membuatku tenang. Itu terlihat enak. Aku bisa melakukannya. Tidak apa-apa.

Aku menyajikan siomay di atas piring dan juga menyajikan garnis-nya.

Untuk brokoli dan jamur enoki dengan pasta kacang merah, Aku menyesuaikan kandungan garam agar rasanya tidak terlalu kuat, dan pasta kacang merah dibumbui cuka manis agar itu menjadi menyegarkan untuk dimakan.

Aku menambahkan bayam, wortel, tauge, dan paprika hijau ke saus wijen yang dibeli dari toko. Kemudian Aku menambahkan biji wijen giling ke sausnya.

Paprika hijau harusnya tidak terlalu pahit. Aku memotongnya berbentuk irisan sebelum merebusnya dengan menyeluruh.

Aku menggunakan kombu untuk membuat sup miso dengan lobak putih parut dan telur tiram dengan pasta ikan kepiting, dan agar untuk mengeraskan tahu rasa rasa aprikot.

Penggunaan agar membuatnya lebih elastis dan halus, bukan tektur tebal gelatin, tapi itu tentu untuk mengurangi kalori.

Aku membuat namul tambahan dan tahu dan memasukkannya ke lemari pendingin agar Hino-kun bisa memakannya nanti. Bagus. Semuanya baik-baik saja. Semuanya akan baik-baik saja.

Aku memastikan untuk mengecek semuanya dua kali sebelum Aku mengangguk dengan kuat.

“Hino-kun, ini…”

Satu tangan dari sisiku dengan cekatan menyambar piring yang akan kubawa ke ruang makan.

Pikiranku penuh dengan perasaan aneh yang lembut ketika Aku menangkap aroma herbal.

“Aku akan membawa makanannya. Aku nggak bisa hanya mencuci piring.”

Dia membawa makan malam ke ruang makan dengan langkah ringan, tak menyadari sedikitpun bagaimana tertegunnya diriku.

Watching his back caused my hands to lose strength and I fought to not slump over.
Melihat punggungnya membuat tanganku kehilangan kekuatan dan Aku berjuang untuk tidak terpuruk.

Ini buruk.

Ini benar-benar buruk.

Aku mungkin terlihat aneh saat ini.

Wangi Hino-kun terasa jauh, jauh lebih kuat dari aroma makanan lezat.

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected.

Options

not work with dark mode
Reset