Chapter 1 – Dia Seperti Seorang Bintang
“Apa yang harus kubuat?”
Berjalan melewati distrik perbelanjaan dalam perjalanan pulang dari sekolah, Aku bisa mendengar sebuah melodi ringan berputar dari pengeras suara dan mencium kroket yang baru dipanggang dari penjual daging dan harum kulit padi dari toko asinan.
Bau-bauan yang segar adalah indikasi bahwa Aku sudah sampai di distrik perbelanjaan. Aku berhenti di beberapa macam kedai sebelum mengingat tujuan awalku dan melanjutkan, bersama dengan kelopak merah muda yang beterbangan diantaranya.
Sepertinya kelopak-kelopak itu terbang ke sini dari pohon sakura dibelakang distrik perbelanjaan ini.
Ketika Aku membuka tanganku, semilir angin yang segar mengantarkan kelopak-kelopak sakura ke telapak tanganku. Di sekelilingku, para penjaga toko tergesa-gesa menutupi dagangan mereka dengan sebuah selimut untuk mencegah kelopak-kelopak itu masuk.
Orang-orang di distrik perbelanjaan tertegun terpesona mengenai bagaimana kelopak-kelopak itu bisa terbang begitu jauh. Aku melewati orang-orang itu dan sampai di tujuanku: penjual sayur. Sayuran segar, dan cerah, berjajar di keranjang kayu bulat di sepanjang jalan.
Ini musim semi.
Katanya musim semi adalah musimnya pertemuan dan perpisahan, tapi bagiku, musim semi adalah musimnya asparagus, lobak, rebung, ikan sirashu, dan kubis.
Terutama kubis musim semi. Kesegaran dan rasa manisnya sangat berbeda ketika musim semi dibanding musim lainnya. Itu enak dengan hanya dimakan potongannya dengan sedikit garam, tapi jika kau menambahkan minyak wijen, rasanya akan berubah sepenuhnya. Atau kau bisa menambahkan cabai untuk memberi sentuhan pedas, dan bahkan di musim lain, rasa yang enak akan bertambah enak hanya karena itu adalah kubis musim semi.
Ini benar-benar musim yang bagus. Aku suka musim semi.
Jadi Aku, Igarashi Mizuka, lebih menghubungkan musim semi dengan makanan daripada pertemuan atau perpisahan. Aku pastinya adalah bagian dari kelompok “memilih pangsit di atas bunga”. Selanjutnya, Aku adalah siswi kelas satu SMA yang mempercayai bahwa dalam masalah pangsit, baik pangsit aspintus dengan aroma rumput dan pangsit mitarashi dengan banyak madu, keduanya sama-sama enak.
(T/N : aspintus itu rasanya pahit, ada di obat-obatan.)
Ketika Aku berdiri di depan penjual sayur mempertimbangkan sayuran segar mana untuk dibeli demi membuat makan lezat, seorang pria lebih tua muncul dari belakang dengan senyum hangat dan sebuah keranjang serta kalkulator di satu tangan.
“Selamat sore, Pak.”
“Selamat datang, Mizuka-chan. Hari ini ada lobak segar dijual!”
Aku sudah datang ke toko ini dengan ibuku sejak aku masih kecil. Aku mengenal pemilik toko penjual sayur ini karena Aku sering datang ke sini. Dan putrinya hanya tiga tahun lebih muda dariku, jadi Aku sering bermain dengannya.
Aku menatap lobak-lobak itu sesuai sarannya. Daunnya subur dan akarnya mengkilap. Aku bisa tahu betapa enaknya itu hanya dengan satu tatapan. “Kalau begitu Aku akan ambil beberapa lobak dan…” Aku melihat sayuran lain saat, “Benar!” Tiba-tiba ia terlihat seakan ia mengingat sesuatu ketika dia menangkup tangannya.
“Ku dengar kamu masuk di Amatsu! Itu luar biasa!”
“Hehe, terimakasih banyak! Itu karena Aku akhirnya menyelesaikan ujian!”
“Amatsu” adalah kependekan dari Sekolah Menengah Atas Amatsugaoka. Itu adalah SMA yang kumasuki musim semi ini.
Itu adalah sekolah terkenal dengan kampus yang baru direnovasi (termasuk perpustakaan yang bisa dibandingkan dengan perpustakaan nasional) yang mendorong suasana sekolah yang bebas. Amatsu punya banyak fasilitas selain hanya yang ada di sekolah biasa. Ada ruang pengamatan astronomi, ruang teater yang luas, dan bahkan stadium atletik dalam ruangan.
Tapi Aku tidak tertarik pada semua itu.
Orang tuaku dan guru merekomendasikanku mengambil ujian Amatsu. Dimanapun tidak masalah selama Aku bisa membuat makanan enak. Aku tidak punya pilihan sekolah yang khusus. Aku ingin masuk ke sekolah menengah yang punya program kuliner, tapi satu-satunya yang punya program itu berjam-jam jauhnya dari rumahku… Dengan kata lain, itu ada di distrik lain.
Aku hanya ingin membuat dan makan makanan yang lezat, jadi Aku tidak perlu menjadi seorang koki. Jadi Aku mengambil ujian Amatsu seperti yang direkomendasikan oleh wali kelasku. Aku benar-benar berjalan mengikuti arus.
Tapi, dari dasar hatiku, Aku benar-benar senang karena diterima di sekolah ini. Karena itu artinya ujian telah selesai. Aku tidak akan masalah dengan sekolah manapun, tapi Aku senang Aku diterima. Karena masa ujian benar-benar sulit untukku.
Karena itu adalah sekolah yang baru didirikan, selisih nilai untuk ujiannya benar-benar rata-rata untuk Amatsu. Aku harus belajar sampai hampir mati untuk itu… Yeah, itu berlebihan, tapi Aku akan gagal jika Aku tidak berusaha sekeras itu.
Kalau Aku memilih sekolah dengan selisih nilai lebih rendah, mengenal diriku sendiri, Aku pasti akan menghabiskan waktu hanya untuk memasak makanan bukannya belajar. Tak peduli sekolah mana yang ingin kumasuki, Aku harus belajar dengan serius untuk masuk.
(T/N : Nahh ini cocok buat dijadikan contoh ya guys😆)
Jadi aku mengunci buku memasakku di lemari keluarga agar Aku tidak bisa membacanya ketika sedang belajar. Aku membeli makan malam, membuat camilan, dan menonton vidio memasak agar Aku bisa melewatkan memasak makanan dan belajar.
Singkatnya, hatiku hampir remuk.
Aku memutuskannya sendiri, tapi itu hal menyakitkan untuk seseorang yang hanya memikirkan makanan.
Itu menyakitkan sekali hingga Aku pergi ke bagian parpustakaan dan membaca buku memasak dari sampul ke sampul! Mungkin prioritasku sudah terbalik, tapi sesulit itulah untukku.
Tapi sekarang Aku sudah lulus ujian dan berhasil masuk, jadi Aku bisa mengatakan selamat tinggal ke hari-hari belajar itu. Sekarang Aku bisa menikmati memasak sepenuhnya!
Aku harus khawatir mengenai ujian universitas dua tahun lagi, tapi palling tidak, untuk tahun ini Aku bisa fokus memasak dan memakan makanan kesukaanku. Aku bisa memilih makan malam apa dengan bebas!
Sayuran yang berjajar di penjual sayur itu sangat segar, dan itu semua akan enak dengan sendirinya, sepiring tempura sayur musim semi juga terlihat enak.
Aku bisa memakannya dengan mentega dan garam, tapi Aku juga ingin mengambil kaldu sup, menambahkan kecap dan gula dan membuat semangkuk tempura! Haruskah hidangan pendamping dimarinasi ke dalam saus manis asam? Rebus…. Lobak rebus…. Tapi Aku juga bisa membuat tempura saja….
…Tidak, untuk sekarang Aku harus membelinya saja dan memeriksa dengan lemari pendingin!
“Permisi, Aku akan ambil ini dan ini!”
Aku mengambil kubis subur sebesar setengah kepala, lobak, dan bawang putih, dan menyerahkan uang kepada lelaki yang lebih tua itu.
“Hahaha! Kamu benar-benar mengkhawatirkannya sebentar, Mizuka-chan!”
“Aku senang bahwa Aku bisa memilih makanan sendiri, tapi itu akan sulit ketika Aku memikirkan bagaimana hanya Aku sendirian yang akan memakannya.”
“Benar, kamu sudah tinggal sendirian sejak musim semi! Baiklah! Ambil beberapa asparagus dan kentang! Itu traktiranku!”
“Whoa! Terimakasih banyak! Kalau begitu Aku akan membuat salad dan beberapa tumisan.”
Benar. Aku tidak keluar untuk membelikan sesuatu untuk orang tuaku. Aku hanya membeli bahan-bahan untuk makan malamku sendiri.
Kedua orang tuaku dalam perjalanan bisnis ke luar negeri dan sekarang ini Aku tinggal sendirian.
Awalnya sepertinya mereka juga akan membawaku, tapi perjalanan bisnis itu diputuskan tepat sebelum dimulainya sekolah. Dengan usaha keras yang kuambil untuk lulus ujian, rasanya tidak adil bagiku untuk bahkan tidak menghadiri sekolah itu. Jadi Aku menetap di Jepang, di rumah kami, dan orang tuaku pergi tepat seminggu sebelum upacara masuk sekolah.
Ada sedikit masalah ketika seseorang dari perusahaan air datang di hari mereka pergi, tapi Aku bisa mengantar kepergian orang tuaku sebagaimana mestinya.
Jadi sekarang Aku bertanggung jawab membuat makanan tiga kali sehari… Sarapan, bekal makan siang untuk sekolah, dan makan malam. Aku bisa memasak dan makan makanan kesukaanku setiap hari. Aku belum pernah sebahagia ini sebelumnya.
Oh! Kentang dan asparagus juga terlihat enak! Aku ingin segera pulang agar Aku bisa memakannya…!
“Mizuka-chan!”
Ketika Aku merencanakan untuk membuat salad kentang dengan mengukus dan mengupas kentang dan kemudian menambahkan mayones, putri pemilik toko –Miya-chan– datang berlari ke arahku, kucir ekor kudanya bergoyang.
“Wow, sudah agak lama ya. Senang berjumpa denganmu, Miya-chan.”
Dia adalah seorang siswi SMP yang biasa kutemui saat Aku berbelanja. Ketika ber-tos denganku, tiba-tiba dia mengalihkan tatapannya ke arah tas yang kupegang.
“Oh, apakah itu buku resep yang lain? Kamu benar-benar suka memasak.”
“Iya, tapi kali ini aku mendapat majalah. Lihatlah,” Kataku, dan mengeluarkan isi tasku untuk ditunjukkan pada Miya-chan. Itu adalah sebuah majalah ragam dengan brosur masak tertempel sebagai bonus di lampirannya.
“Oh! Wow! Kau membeli majalah ini? Aku tidak bisa membelinya!”
“Apakah majalah ini sudah habis terjual?”
“Itu karena Yoususe berada di sampulnya! Lihatlah.”
Miya-chan menunjuk ke sampul dan ayahnya memiringkan kepala setelah melihat gambar tersebut.
“Sepertinya Aku pernah meliat wajah pemuda itu sebelumnya.”
“Tentu saja kau pernah melihatnya! Aku punya posternya di kamarku! Tunggu, bukankah Yousuke adalah siswa Amatsu? Kau beruntung, Mizuka-chan! Aku iri!”
“Ya…?”
Seperti yang dikatakan oleh Miya-chan, yang menghias sampul depan adalah “Yousuke”, nama lengkap: Hino Yousuke-kun. Teman sekelasku.
Kudengar ia adalah seorang model, tapi Aku hanya mengenalnya sebagai seseorang yang selalu dikelilingi oleh para gadis. Aku bisa mengenalinya karena dia adalah teman kelasku, tapi Aku hanya melihat lampiran majalah ini dan tidak melirik sampulnya sama sekali.
“Kalau begitu Aku akan memberikannya untukmu. Tapi kamu nggak masalah kan kalau Aku memotong lampirannya?”
“Beneran!? Yay!”
“Beneran nggak papa, kan, Mizuka-chan?”
Penjaga toko menatapku prihatin ketika aku memotong lampiran itu.
“Iya! Lagipula Aku hanya membelinya karena resepnya.”
“Baiklah. Kalau begitu terimakasih.”
“Makasih, Mizuka-chan!”
“Tidak masalah. …Sebaliknya, terimakasih untuk kentang dan asparagusnya!”
Aku meninggalkan penjual sayur setelah menyerahkan majalah itu pada Miya-chan. Dengan tas penuh dengan kentang dan asparagus segar, Aku bergegas menyusuri jalan dengan bersemangat
◆
Setelah Aku selesai menyiapkannya, Aku menjajarkan makananku di atas meja satu per satu. Aku memulai makan malam setelah pulang. Menu akhir untuk makan malamku adalah tumis dada ayam dengan pasta asparagus, daging ala barat dan kentang, lobak rebus, dan sup miso dengan telur.
Nasi yang dimasak menggembung adalah hal dasar yang penting untuk makanan bergaya Jepang. Aku tidak bisa menggunakannya untuk sarapan besok atau makan siang, atau Aku akan kehabisan, tapi mungkin Aku harus masak nasi juga untuk makan malam besok.
…Tidak, Aku harusnya tidak memikirkan ini sekarang. Makanan yang kubuat dengan waktu lama akan mendingin. Aku melepas celemekku, duduk, dan menangkup tanganku.
“Terimakasih makanannya.”
Harus kumulai dari mana? Makanan utama?
Membelah sumpitku, Aku memulai dengan dada ayam dan asparagus. Tekstur asparagus dan aroma kuah daging dada ayam itu memenuhi mulutku. Pastanya bisa dirasakaan dengan tiap gigitan dan sumpitku terus bergerak.
Untuk daging bergaya barat dan kentang, Aku menggunakan daging babi dan kaldu untuk kaldu supnya. Bahan-bahannya adalah kentang berwarna madu, wortel cerah bagus yang manis, dan bawang berwarna terang. Aku membuat banyak agar Aku bisa memakannya lagi nanti atau menambahkan keju untuk membuat kroket.
Lobak rebusnya sangat lembut hingga kuahnya merembes keluar ketika Aku menusuknya dengan sumpit. Sudan Selatan dan ganggang lautnya sangat wangi ketika Aku meneguk sup miso.
Makan malamnya juga berakhir dengan baik hari ini. Aku senang!
Setelah puas menatap makanan yang sudah selesai kumakan, Aku menunduk. Kursi yang biasanya selalu ditempati sampai bulan lalu kini kosong.
“Ini waktu sarapannya Ibu dan Ayah sekarang…”
Aku masih belum terbiasa dengan itu, meskipun sudah sudah minggu.
Tidak ada piring atau makanan di tatakan meja mereka. Aku merasa sedih ketika Aku menatapnya.
Biasanya Ibu dan Ayah akan tersenyum padaku dan mengatakan betapa enaknya itu.
Aku juga ingin memberikan makanan ini ke mereka berdua…
“Aku juga ingin gorengan. Aku ingin makan sedikit ikan kod goreng…”
Kesedihanku berubah menjadi nafsu makanku.
Memikirkan orang tuaku membuatku sedih, jadi Aku harus memikirkan makanan saja.
“Oh, Aku bisa mencoba membuat Kod goreng tanpa menggorengnya…”
Aku memaksakan diri keluar dari pemikiran ikan kod gorengku. Ada makanan di hadapanku! Aku harus memakannya mumpung masih hangat!
Aku mengambil sumpit yang telah kuletakkan dan kembali melanjutkan makan agar makanannya tidak dingin.
◆◆◆